Cerita Andani Citra Monday, September 3, 2012 Kenangan Lain Bersama Sopirku Kisahku yang satu ini adalah lanjutan dari kisahku yang berjudul...
Cerita Andani Citra
Monday, September 3, 2012
Kenangan Lain Bersama Sopirku
Kisahku yang satu ini adalah lanjutan dari kisahku yang berjudul ‘Kenangan Bersama Sopirku’ jadi kejadiannya sudah cukup lama, waktu aku masih kelas tiga SMU, umurku juga masih 18 tahun ketika itu. Sejak aku menyerahkan tubuhku pada Tohir, sopirku, dia sering memintaku melakukannya lagi setiap kali ada kesempatan, bahkan terkadang aku dipaksanya melayani nafsunya yang besar itu. Ketika dimobil dengannya tidak jarang dia suruh aku mengoralnya, kalaupun tidak, minimal dia mengelus-elus paha mulusku atau meremas dadaku. Pernah malah ketika kedua orang tuaku keluar kota dia ajak aku tidur bersamanya di kamarku. Memang di depan orang tuaku dia bersikap padaku sebagaimana sopir terhadap majikannya, namun begitu jauh dari mereka keadaan menjadi berbalik akulah yang harus melayaninya. Mulanya sih aku memang agak kesal karena sikapnya yang agak kelewatan itu, tapi di lain pihak aku justru menikmatinya.
Tepatnya dua minggu sebelum ebtanas, aku sedang belajar sambil selonjoran bersandar di ujung ranjangku. Ketika itu waktu sudah menunjukkan pukul 23.47, suasananya hening sekali pas untuk menghafal. Tiba-tiba konsentrasiku terputus oleh suara ketukan di pintu. Kupikir itu mamaku yang ingin menengokku, tapi ketika pintu kubuka, jreeenngg….aku tersentak kaget, si Tohir ternyata.
“Ih, ngapain sih Bang malam-malam gini, kalo keliatan papa mama kan gawat tau”
“Anu non, ga bisa tidur nih…mikirin non terus sih, bisa ga non sekarang…udah tiga hari nih ?” katanya dengan mata menatapi tubuhku yang terbungkus gaun tidur pink.
“Aahh…udah ah Bang, saya kan harus belajar udah mau ujian, ga mau sekarang ah !” omelku sambil menutup pintu.
Namun sebelum pintu tertutup dia menahannya dengan kaki, lalu menyelinap masuk dan baru menutup pintu itu dan menguncinya.
“Tenang aja non, semua udah tidur dari tadi kok, tinggal kita duaan aja” katanya menyeringai
“Jangan ngelunjak Bang…sana cepet keluar !” hardikku dengan telunjuk mengarah ke pintu
Bukannya menuruti perintahku dia malah melangkah mendekatiku, tatapan matanya tajam seolah menelanjangiku.
“Bang Tohir….saya bilang keluar…jangan maksa !” bentakku lagi.
“Ayolah Non, cuma sebentar aja kok…abang udah kebelet nih, lagian masa non ga cape belakangan ini belajar melulu sih” ucapnya sambil terus mendekat
Aku terus mundur selangkah demi selangkah menghindarinya, jantungku semakin berdebar-debar seperti mau diperkosa saja rasanya. Akhirnya kakiku terpojok oleh tepi ranjangku hingga aku jatuh terduduk di sana. Kesempatan ini tidak disia-siakan sopirku, dia langsung menerkam dan menindih tubuhku. Aku menjerit tertahan dan meronta-ronta dalam himpitannya. Namun sepertinya reaksiku malah membuatnya semakin bernafsu, dia tertawa-tawa sambil menggerayangi tubuhku. Aku menggeleng kepalaku kesana kemari saat dia hendak menciumku dan menggunakan tangaku untuk menahan laju wajahnya.
“Mmhh…jangan Bang…Citra ga mau !” mohonku.
Aneh memang sebenarnya aku bisa saja berteriak minta tolong, tapi kenapa tidak kulakukan, mungkin aku mulai menikmatinya karena perlakuan seperti ini bukanlah pertama kalinya bagiku, selain itu aku juga tidak ingin ortuku mengetahui skandal-skandalku. Breettt…gaun tidurku robek sedikit di bagian leher karena masih memberontak waktu dia memaksa membukanya. Dia telah berhasil memegangi kedua lenganku dan direntangkannya ke atas kepalaku. Aku sudah benar-benar terkunci, hanya bisa menggelengkan kepalaku, itupun dengan mudah diatasinya, bibirnya yang tebal itu sekarang menempel di bibirku, aku bisa merasakan kumis pendek yang kasar menggesek sekitar bibirku juga deru nafasnya pada wajahku. Kecapaian dan kalah tenaga membuat rontaanku melemah, mau tidak mau aku harus mengikuti nafsunya. Dia merangsangku dengan mengulum bibirku, mataku terpejam menikmati cumbuannya, lidahnya terus mendorong-dorong memaksa ingin masuk ke mulutku. Mulutku pun pelan-pelan mulai terbuka membiarkan lidahnya masuk dan bermain di dalamnya, lidahku secara refleks beradu karena dia selalu menyentil-nyentil lidahku seakan mengajaknya ikut menari. Suara desahan tertahan, deru nafas dan kecipak ludah terdengar jelas olehku.
Mataku yang terpejam terbuka ketika kurasakan tangan kasarnya mengelusi paha mulusku, dan terus mengelus menuju pangkal paha. Jarinya menekan-nekan liang vaginaku dan mengusap-ngusap belahan bibirnya dari luar. Birahiku naik dengan cepatnya, terpancar dari nafasku yang makin tak teratur dan vaginaku yang mulai becek. Tangannya sudah menyusup ke balik celana dalamku, jari-jarinya mengusap-usap permukaannya dan menemukan klitorisku, benda seperti kacang itu dipencet-pencet dan digesekkan dengan jarinya membuatku menggelinjang dan merem-melek menahan geli bercampur nikmat, terlebih lagi jari-jari lainnya menyusup dan menyetuh dinding-dinding dalam liang itu.
“Ooohhh…Non Citra jadi tambah cantik aja kalau lagi konak gini !” ucapnya sambil menatapi wajahku yang merona merah dengan matanya yang sayu karena sudah terangsang berat.
Lalu dia tarik keluar tangannya dari celana dalamku, jari-jarinya belepotan cairan bening dari vaginaku.
“Non cepet banget basahnya ya, liat nih becek gini” katanya memperlihatkan jarinya yang basah di depan wajahku yang lalu dijilatinya.
Kemudian dengan tangan yang satunya dia sibakkan gaun tidurku sehingga payudaraku yang tidak memakai bra terbuka tanpa terhalang apapun. Matanya melotot mengamat-ngamati dan mengelus payudaraku yang berukuran 34B, dengan puting kemerahan serta kulitnya yang putih mulus. Teman-teman cowoku bilang bahwa bentuk dan ukuran payudaraku ideal untuk orang asia, kencang dan tegak seperti punya artis bokep Jepang, bukan seperti punya bule yang terkadang oversize dan turun ke bawah.
“Nnngghhh…bang” desahku dengan mendongak ke belakang merasakan mulutnya memagut payudaraku yang menggemaskan itu.
Mulutnya menjilat, mengisap, dan menggigit pelan putingnya. Sesekali aku bergidik keenakan kalau kumis pendeknya menggesek putingku yang sensitif. Tangan lainnya turut bekerja pada payudaraku yang sebelah dengan melakukan pijatan atau memainkan putingnya sehingga kurasakan kedua benda sensitif itu semakin mengeras. Yang bisa kulakukan hanya mendesah dan meremasi rambutnya yang sedang menyusu.
Puas menyusu dariku, mulutnya perlahan-lahan turun mencium dan menjilati perutku yang rata dan terus berlanjut makin ke bawah sambil tangannya menurunkan celana dalamku. Sambil memeloroti dia mengelusi paha mulusku. Cd itu akhirnya lepas melalui kaki kananku yang dia angkat, setelah itu dia mengulum sejenak jempol kakiku dan juga menjilati kakiku. Darahku semakin bergolak oleh permainannya yang erotis itu. Selanjutnya dia mengangkat kedua kakiku ke bahunya, badanku jari setengah terangkat dengan selangkangan menghadap ke atas. Aku pasrah saja mengikuti posisi yang dia inginkan, pokoknya aku ingin menuntaskan birahiku ini. Tanpa membuang waktu lagi dia melumat kemaluanku dengan rakusnya, lidahnya menyapu seluruh pelosok vaginaku dari bibirnya, klitorisnya, hingga ke dinding di dalamnya, anusku pun tidak luput dari jilatannya. Lidahnya disentil-sentilkan pada klitorisku memberikan sensasi yang luar biasa pada daerah itu. Aku benar-benar tak terkontrol dibuatnya, mataku merem-melek dan berkunang-kunang, syaraf-syaraf vaginaku mengirimkan rangsangan ini ke seluruh tubuh yang membuatku serasa menggigil.
“Ah…aahh…Bang…nngghh….terus !” erangku lebih panjang di puncak kenikmatan, aku meremasi payudaraku sendiri sebagai ekspresi rasa nikmat
Tohir terus menyedot cairan yang keluar dari sana dengan lahapnya. Tubuhku jadi bergetar seperti mau meledak. Kedua belah pahaku semakin erat mengapit kepalanya. Setelah puas menyantap hidangan pembuka berupa cairan cintaku barulah dia turunkan kakiku. Aku sempat beristirahat dengan menunggunya membuka baju, tapi itu tidak lama. Setelah dia membuka baju, dia buka juga dasterku yang sudah tersingkap, kami berdua kini telanjang bulat. Dia membentangkan kedua pahaku dan mengambil posisi berlutut di antaranya. Bibir vaginaku jadi ikut terbuka memancarkan warna merah merekah diantara bulu-bulu hitamnya, siap untuk menyambut yang akan memasukinya. Namun Tohir tidak langsung mencoblosnya, terlebih dulu dia gesek-gesekkan penisnya yang besar itu pada bibirnya untuk memancing birahiku agar naik lagi. Karena sudah tidak sabar ingin segera dicoblos aku meraih batang itu, keras sekali benda itu waktu kugenggam, panjang dan berurat lagi.
“Aaakkhh…!” erangku lirih sambil mengepalkan tangan erat-erat saat penisnya melesak masuk ke dalamku
“Aauuuhhh….!” aku menjerit lebih keras dengan tubuh berkelejotan karena hentakan kerasnya hingga penis itu tertancap seluruhnya pada vaginaku.
Untung saja kamar papa mamaku di lantai dasar dan letaknya cukup jauh dari kamarku, kalau tidak tentu suara-suara aneh di kamarku pasti terdengar oleh mereka, bagaimanapun sopirku ini termasuk nekad berani melakukannya di saat dan tempat seperti ini, tapi justru disinilah sensasinya ngeseks di tempat yang ‘berbahaya’. Dengan gerakan perlahan dia menarik penisnya lalu ditekan ke dalam lagi seakan ingin menikmati dulu gesekan-gesekan pada himpitan lorong sempit yang bergerinjal-gerinjal itu. Aku ikut menggoyangkan pinggul dan memainkan otot vaginaku mengimbangi sodokannya. Responku membuatnya semakin menggila, penisnya semakin lama menyodok semakin kasar saja, kedua gunungku jadi ikut terguncang-guncang dengan kencang.
Kuperhatikan selama menggenjotku otot-otot tubuhnya mengeras, tubuhnya yang hitam kekar bercucuran keringat, sungguh macho sekali, pria sejati yang memberiku kenikmatan sejati. Suara desahanku bercampur baur dengan erangan jantannya dan derit ranjang. Butir-butir keringat nampak di sejukur tubuhku seperti embun, walaupun ruangan ini ber-ac tapi aku merasa panas sekali.
“Uugghh…Non Citra…sayang…kamu emang uenak tenan…oohh…non cewek paling cantik yang pernah abang entotin” Tohir memgumam tak karuan di tengah aktivitasnya.
Dia menurunkan tubuhnya hingga menindihku, kusambut dengan pelukan erat, kedua tungkaiku kulingkarkan di pinggangnya. Dia mendekatkan mulutnya ke leher jenjangku dan memagutnya. Sementara di bawah sana penisnya makin gencar mengaduk-aduk vaginaku, diselingi gerakan berputar yang membuatku serasa diaduk-aduk. Tubuh kami sudah berlumuran keringat yang saling bercampur, akupun semakin erat memeluknya. Aku merintih makin tak karuan menyambut klimaks yang sudah mendekat bagaikan ombak besar yang akan menghantam pesisir pantai.
Namun begitu sudah di ambang klimaks dia menurunkan frekuensi genjotannya. Tanpa melepaskan penisnya, dia bangkit mendudukkan dirinya, maka otomatis aku sekarang diatas pangkuannya. Dengan posisi ini penisnya menancap lebih dalam pada vaginaku, semakin terasa pula otot dan uratnya yang seperti akar beringin itu menggesek dinding kemaluanku. Kembali aku menggoyangkan badanku, kini dengan gerakan naik-turun. Dia merem-melek keenakan dengan perlakuanku, mulutnya sibuk melumat payudaraku kiri dan kanan secara bergantian membuat kedua benda itu penuh bekas gigitan dan air liur. Tangannya terus menjelajahi lekuk-lekuk tubuhku, mengelusi punggung, pantat, dan paha. Tak lama kemudian aku kembali mendekati orgasme, maka kupercepat goyanganku dan mempererat pelukanku. Hingga akhirnya mencapai suatu titik dimana tubuhku mengejang, detak jantung mengencang, dan pandangan agak kabur lalu disusul erangan panjang serta melelehnya cairan hangat dari vaginaku. Saat itu dia gigit putingku dengan cukup keras sehingga gelinjangku makin tak karuan oleh rasa perih bercampur nikmat. Ketika gelombang itu berangsur-angsur berlalu, goyanganku pun makin mereda, tubuhku seperti mati rasa dan roboh ke belakang tapi ditopang dengan lengannya yang kokoh.
Dia membiarkanku berbaring mengumpulkan tenaga sebentar, diambilnya tempat minum di atas meja kecil sebelah ranjangku dan disodorkan ke mulutku. Beberapa teguk air membuatku lebih enakan dan tenagaku mulai pulih berangsur-angsur.
“Udah segar lagi kan Non ? Kita terusin lagi yuk !” sahut Tohir senyum-senyum sambil mulai menggerayangi tubuhku kembali.
“Habis ini udahan yah, takut ketahuan nih” kataku
Kali ini tubuhku dibalikkan dalam posisi menungging, kemudian dia mulai menciumi pantatku. Lidahnya menelusuri vagina dan anusku memberiku sensasi geli. Kemudian aku merasa dia meludahi bagian duburku, ya ketika kulihat ke belakang dia memang sedang membuang ludahnya beberapa kali ke daerah itu, lalu digosok-gosokkan dengan jarinya. Oh…jangan-jangan dia mau main sodomi, aku sudah lemas dulu membayangkan rasa sakitnya ditusuk benda sebesar itu pada daerah situ padahal dia belum juga menusuk. Pertama kali aku melakukan anal sex dengan temanku yang penisnya tidak sebesar Tohir saja sudah sakit banget, apalagi yang sebesar ini, aduh bisa mampus gua pikirku.
Benar saja yang kutakutkan, setelah melicinkan daerah itu dia bangkit dengan tangan kanan membimbing penisnya dan tangan kiri membuka anusku. Aku meronta ingin menolak tapi segera dipegangi olehnya.
“Jangan Bang…jangan disitu, sakit !” mohonku setengah meronta
“Tenang Non, nikmati aja dulu, ntar juga enak kok” katanya dengan santai
Aku merintih sambil menggigit guling menahan rasa perih akibat tusukan benda tumpul pada duburku yang lebih sempit dari vaginaku. Air mataku saja sampai meleleh keluar.
“Aduuhh…udah dong Bang….Citra ga tahan” rintihku yang tidak dihiraukannya
“Uuhh…sempit banget nih” dia mengomentariku dengan wajah meringis menahan nikmat.
Setelah beberapa saat menarik dan mendorong akhirnya mentok juga penisnya. Dia diamkan sebentar penisnya disana untuk beradaptasi sekalian menikmati jepitannya. Kesempatan ini juga kupakai untuk membiasakan diri dan mengambil nafas.
Aku menjerit kecil saat dia mulai menghujamkan penisnya. Secara bertahap sodokannya bertambah kencang dan kasar sehingga tubuhku pun ikut terhentak-hentak. Tangannya meraih kedua payudaraku dan diremas-remasnya dengan brutal. Keringat dan air mataku bercucuran akibat sensasi nikmat di tengah-tengah rasa perih dan ngilu, aku menangis bukan karena sedih, juga bukan karena benci, tapi karena rasa sakit bercampur nikmat. Rasa sakit itu kurasakan terutama pada dubur dan payudara, aku mengaduh setiap kali dia mengirim hentakan dan remasan keras, namun aku juga tidak rela dia menyudahinya. Terkadang aku harus menggigit bibir atau bantak untuk meredam jeritanku agar tidak keluar sampai ke bawah sana. Akhirnya ada sesuatu perasaan nikmat mengaliri tubuhku yang kuekspresikan dengan erangan panjang, ya aku mengalami orgasme panjang dengan cara kasar seperti ini, tubuhku menegang beberapa saat lamanya hingga akhirnya lemas seperti tak bertulang. Tohir sendiri menyusulku tak lama kemudian, dia menggeram dan makin mempercepat genjotannya. Kemudian dengan nafas masih memburu dia mencabut penisnya dariku dan membalikkan tubuhku. Spermanya muncrat dengan derasnya dan berceceran di sekujur dada dan perutku, hangat dan kental dengan baunya yang khas.
Tubuh kami tergolek lemas bersebelahan. Aku memejamkan mata dan mengatur nafas sambil merenungkan dalam-dalam kegilaan yang baru saja kami lakukan, sebuah hubungan terlarang antara seorang gadis dari keluarga kaya dan terpelajar yang cantik dan terawat dengan sopirnya sendiri yang kasar dan berbeda kelas sosial. Hari-hari berikutnya aku jadi semakin kecanduan seks, terutama seks liar seperti ini, dimana tubuhku dipakai orang-orang kasar seperti Tohir, dari situlah aku merasakan sensasinya. Sebenarnya aku pernah ingin berhenti tetapi aku tidak bisa meredam libidoku yang tinggi, jadi ya kujalani saja apa adanya. Untuk mengimbanginya aku rutin merawat diriku sendiri dengan fitness, olahraga, mandi susu, sauna, juga mengecek jadwal suburku secara teratur. Dua bulan ke depan Tohir terus memperlakukanku seperti budak seksnya sampai akhirnya dia mengundurkan diri untuk menemani istrinya yang menjadi TKW di Timur Tengah. Lega juga aku bisa lepas dari cengkeramannya, tapi terkadang aku merasa rindu akan keperkasaannya, dan hal ini lah yang mendorongku untuk mencoba berbagai jenis penis hingga kini.
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\
Cerita Andani Citra
Monday, September 3, 2012
The Other Side of Me
Diantara empat sekawan geng-ku mungkin yang belum banyak diketahui pembaca adalah Ratna, aku memang belum sempat menuliskan pengalaman-pengalaman kami bersamanya. Ratna ini orangnya paling kalem diantara kami, juga paling pintar dalam pelajaran. Dibanding kami bertiga yang masih sendiri atau sering gonta-ganti pacar, perjalanan cintanya adalah yang paling mulus, cowoknya seorang liberal sehingga sehingga membiarkannya bebas bertualang dengan cowok lain, asalkan hatinya tetap untuknya, begitu kata cowoknya yang juga pernah terlibat ML denganku itu.
Dia mempunyai tubuh langsing dengan payudara sedang, berambut hitam sebahu. Wajahnya bersih serta bermata bening dan berbibir indah, membuat setiap pria terkesima oleh pesonanya. Karena lebih banyak menghabiskan waktu dengan pacarnya, kebersamaannya denganku lebih sedikit dibanding dua temanku lainnya.
Hari itu kami rencananya akan clubbing, sebelumnya aku harus menjemput Ratna dulu di rumahnya baru ke rumah Verna yang tidak terlalu jauh dari sana, barulah berangkat bareng dengan mobilnya Verna. Aku sampai ke rumah Ratna terlalu pagi agaknya, baru jam setengah delapan malam. Setiba di sana aku disambut mamanya yang mengatakan kalau Ratna sedang mandi, beliau mempersilakanku langsung saja ke kamarnya di lantai tiga.
“Hai, Ci, masuk aja dulu, gua belum beres nih!” ajaknya saat membuka pintu.
Jelas sekali dia baru mandi karena rambutnya basah dan cuma memakai handuk hijau yang melilit di tubuhnya.
“Walah, lu baru mandi lu malam gini!” kataku.
“Hehehe.. Tadi ketiduran lama abis nonton film, ya sekalian isi tenaga buat nanti lah!” jawabnya.
Dia duduk di ranjang dan mengoleskan body lotion pada pahanya, dipersilahkannya aku duduk di sebelahnya. Kuperhatikan tubuh montoknya yang cuma terbalut handuk dengan kulit putih mulus, kaki kanannya yang sedang diolesi lotion ditekuk sehingga memancarkan keindahannya.
“Ikutan Amway (salah satu usaha MLM) lu Na? Bukannya biasa lu pake Bodyshop?” tanyaku merujuk pada body lotion itu.
“Nggak, itu saudara gua nawar-nawarin terus sih, jadi aja gua beli deh, lumayan mahal loh!”
“Bagus nggak tapi?”
“Ya gitulah, kata gua sih nggak beda jauh, cuma bantuin saudara gua nambah poin aja sih,” jawabnya, “Nih.. Coba aja sama lu sini!” seraya menawarkannya padaku
Aku menjulurkan telapak tangan menerima sedikit cairan itu, lantas kuoleskan pada lengan dan betisku yang terbuka karena saat itu memakai celana jeans ketat sepanjang lutut.
“Ci, bisa tolong gosokin ke punggung sekalian nggak?” pintanya sambil melepas handuk yang membelit tubuhnya sehingga terlihatlah tubuh telanjang dibaliknya.
Ratna merebahkan tubuhnya tengkurap dan menaruh kepalanya pada kedua lengannya yang dilipat. Mulailah aku menggosok punggungnya, perlahan sambil memijat. Dia senyum-senyum kecil sambil dan memuji pijatanku yang katanya enak dan lembut.
“Eemmhh.. Enak Ci, kaya di salon aja, lu emang bakat mijat deh!”
“Enak aja.. Gua disamain tukang pijat, iihh!” kataku sambil menepuk pelan pantat montoknya.
“Aw.. Genit ah lu, tepuk-tepuk pantat segala” sambil tertawa cekikikan.
Mumpung tanganku sudah mendarat di pantatnya dan cairan itu masih tersisa sedikit ditanganku, akupun sekalian memijati pantatnya.
“Disini sekalian dioles juga yah, tanggung nih dikit lagi, sayang kan mahal-mahal mubazir” saranku yang lalu diiyakannya.
Ketika mengurut bongkahan pantatnya terdengar olehku dia mendesis pelan dan tubuhnya sedikit bergetar. Melihat reaksinya, iseng-iseng aku menyusupkan tanganku ke paha dalam lalu merambat perlahan ke pangkalnya.
“Oohh.. Ci!!” desisnya makin jelas begitu daerah sensitif itu kusentuh.
Entah secara disadari atau tidak, dia merenggangkan kedua pahanya seolah minta lebih. Karena dia menikmati yang kulakukan, akupun mulai horny dan terdorong meneruskan lebih jauh lagi.
Pinggiran vaginanya kuusapi dan sedikit demi sedikit jari tengah dan telunjukku mulai masuk ke lubang kemaluannya. Jempolku kususupi ke anusnya diiringi desahannya, oohh..! Baik aku maupun dia makin terangsang saja dengan suasana seperti ini. Tanganku yang sudah basah oleh body lotion jadi tambah basah bercampur dengan air kewanitaan Ratna. Sekitar sepuluh menit jari-jariku bermain pada anus dan vaginanya hingga akhirnya dia menggelinjang dan mendesah mencapai orgasmenya. Dua menit kemudian dia bangkit duduk di ranjang dan menatapku dengan senyum manis.
“Ok, sekarang giliran lu Ci” katanya.
Akupun mulai melepas tank-top dan BH-ku sehingga aku topless sekarang.
“Wah, tambah seksi aja lu Ci” sahutnya sambil memencet payudaraku.
“Sama lu juga, pantesan si Samuel betah sama lu” jawabku sambil balas mencubit putingnya.
Kami saling meraba payudara, pelan-pelan wajah kami semakin dekat, hidungku bertemu hidungnya. Hembusan nafas Ratna yang sudah memburu terasa di wajahku. Kulingkarkan tanganku pada lehernya dan bibir kami mulai saling mendekat hingga bertemu.
Aku mengeluarkan lidah menjilati bibirnya, dia juga ikut mengeluarkan lidahnya membalas perbuatanku. Lidah kami menari-nari dalam mulut pasangan masing-masing. Tangannya yang lembut membelai punggungku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Demikian pula halnya tanganku turut mengelus punggungnya, sementara tangan kananku meremas payudaranya sambil memilin-milin putingnya, puting itu makin mengeras karena terus kumain-mainkan. Tanpa melepas ciuman, kudorong tubuhku de depan sehingga menindihnya. Ciuman kami semakin hot seiring dengan gairah yang makin membara dalam diri kami. Suara-suara kecupan bercampur dengan erangan tertahan dan nafas kami yang makin menderu.
Tiba-tiba Ratna mendorong tubuhku dan berguling ke samping, kini posisi kami bertukar menjadi dia yang menindihku. Tangannya dengan sigap membuka sabukku dan memerosotkan celanaku berserta celana dalam dibaliknya. Aku turut menggerakkan kakiku membantu celana itu lepas dari tubuhku. Ratna melemparkan celana dan celana dalamku ke kursi rias yang tak jauh dari sini. Kembali dia menindihku hingga payudara kami saling menghimpit. Setengah menit kami berpelukan erat dengan mata saling tatap, kemudian kurasakan suatu gesekan pada bibir vaginaku yang membuatku mendesah secara refleks.
Ternyata Ratna mengelus vaginaku dengan pahanya. Aku membuka pahaku lebih lebar agar klitorisku juga merasakan belaian lembut itu. Gesekan itu membuatku menggelinjang, belum lagi sekarang Ratna sudah mulai menciumi telingaku. Hembusan nafas ditambah permainan lidahnya pada lubang dan daun telingaku menghanyutkanku lebih dalam.
“Eemmhh.. Nana.. Mm!” desahku dengan mata terpejam.
“Servis gua ok kan” katanya berbisik di telingaku.
Ciumannya merambat turun ke leherku, ssrr.. Lidahnya menyapu telak leher jenjangku disusul gigitan pelan dan cupangan yang dilakukannya dengan lembut dan mesra. Tangan kirinya menangkap payudaraku dan meremasnya lembut, jari-jarinya yang lentik menyentil-nyentil putingku hingga membuatnya makin tegang. Dari leher mulutnya turun lagi ke dadaku, lidahnya menjilati putingku yang kanan sementara tangan kirinya tetap memijat payudara kiriku.
“Terus Na.. Give me more!” kataku sambil menekan kepalanya karena tidak puas hanya dengan dijilati saja.
Tubuhku bergetar hebat merasakan payudaraku dikenyot dan diremas olehnya.
Tangan kanannya kini bercokol di kemaluanku menggantikan pahanya, jarinya membelai lembut diantara kerimbunan bulu-bulu kemaluanku. Dua jari lainnya masuk ke dalam dan mengelus-elus dinding vaginaku sekaligus mencari klitorisku. Ketika menemukan titik rangsangan itu, semakin gencarlah dia memainkan benda itu sehingga tubuhku makin tak terkendali dengan mendesah dan menggeliat-geliat. Butir-butir keringat seperti embun sudah membasahi dahiku dan wajahku makin merah menandakan betapa terangsangnya aku. Kugerakkan tanganku ke bawah meraih payudaranya dan meremasinya sebagai respon perbuatannya.
Jilatan Ratna turun lagi ke pusar yang dia jilati sebentar membuatku tertawa kecil karena geli, kemudian turun lagi mencapai vaginaku. Diperhatikannya sejenak kemaluanku sambil mengelus bulunya yang lebat. Kedua jarinya membuka bibir vaginaku sehingga udara dingin dari AC menerpanya. Darahku makin bergolak ketika dia mulai membenamkan wajahnya ke daerah itu. Aahh.. Desisku begitu lidahnya menyentuh bibir vaginaku.
“Na.. Eenngghh.. Di situ.. Terus!” aku menggeliat merasakan lidah Ratna bergerak liar seperti ular merangsang setiap titik peka pada vaginaku. Sebagai seorang wanita, dia tahu betul bagaimana memanjakan tubuh wanita secara seksual.
Aku sungguh menikmati permainan oralnya. Kedua pahaku merapat mengapit kepalanya menahan rasa geli. Otomatis pinggulku ikut bergoyang akibat rangsangan itu, Ratna memegangi pinggulku untuk menahan guncangan agar tak terlalu keras. Birahiku pun makin memuncak yang berakibat tubuhku menggelinjang hebat. Akhirnya sebuah erangan panjang menandai orgasmeku, tubuhku mengejang dengan tangan kiri meremas payudaraku sendiri dan tangan kananku menekan kepalanya lebih terbenam lagi di selangkanganku. Aku merasakan vaginaku dihisap-hisap kuat olehnya, melahap setiap tetes cairan yang terus mengalir dari sana.
“Oohh.. Nana.. Bitch.. Aahh.. Akh!” erangku dengan mata merem-melek sambil meremas rambutnya.
Lalu Ratna pun mengangkat wajahnya dan kembali naik ke tubuhku, pada mulutnya yang belepotan cairan kewanitaanku itu tersungging sebuah senyum.
“Love it?” tanyanya dekat wajahku.
Aku cuma mengangguk dengan nafas masih kacau. Diciumnya bibirku dan kubalas dengan tak kalah bernafsu. Aroma vaginaku masih terasa tajam pada mulutnya, kami ber-French kiss sambil menikmati sisa-sisa cairan kemaluanku.
Setelah tenagaku terkumpul aku mencoba membalikkan tubuhnya hingga dia telentang di sebelahku. Kubelai rambut dan wajahnya sambil mendekatkan wajahku padanya. Putingnya yang terjepit diantara jariku kupencet dan kuplintir menyebabkan dia mendesah, saat itulah aku mencium bibirnya yang terbuka. Lidahnya kukulum dalam mulutku sambil menggerayangi payudaranya. Ratna menggeliat-geliat saat lehernya merasakan jilatan dan cupanganku, di saat yang sama tanganku sibuk memilin-milin kedua putingnya yang sudah keras. Dalam keadaan birahi tinggi seperti itu secara tidak sengaja, tangannya yang tadinya cuma mengelus punggung, tiba-tiba mencakarku.
“Aduh-duh.. Hati-hati dong Na, sakit tau, udah tau kuku panjang gitu!” protesku.
“Eehh.. Sory Ci, sory banget, habis lagi tegangan tinggi sih, cuma lecet dikit kan nggak akan berbekas!”
“Awas ya, gua bales nih!” puting kanannya kugigit agak keras sambil meremas payudaranya.
“Aakkhh.. Ci.. Pelan-pelan!” erangnya dengan tubuh mengejang.
Erangannya justru membuatku makin bergairah mengenyot kedua payudaranya secara bergantian. Selanjutnya aku mulai melakukan mandi kucing terhadapnya. Leher dan pundaknya kusapu dengan lidah, kedua tangannya kurentangkan ke atas sehingga aku bisa menjilati ketiaknya yang bebas bulu.
“Oohh.. Ampun Ci.. Geli..!” desahnya bercampur tawa kegelian, tubuhnya pun terhentak-hentak.
Aku terus menjilati ke bagian dada, perut, hingga sampai pada kemaluannya. Bulu-bulunya agak jarang, tidak selebat milikku, serta bentuknya dicukur rapih. Tanpa buang waktu lagi aku langsung menjilati belahannya dan menggesek-gesek klitorisnya dengan jariku, perbuatanku ini spontan membuatnya menggelinjang hebat.
“Aahh.. Gila.. Uuhh.. Uhh.. Disitu enak Ci!” demikian desah Ratna.
Lidahku menyusup lebih dalam menjilati dinding kemaluan dan klitorisnya, semakin kujilat semakin basah daerah itu. Klitorisnya kutangkap dengan mulut dan kuhisap sehingga pemiliknya makin berkelejotan tak karuan.
“Ci.. Citra, udah.. Gua keluar!” erangnya lebih panjang seiring dengan mengejangnya tubuhnya.
Cairan yang keluar dari kemaluannya semakin banyak serta merta kujilati dengan nikmat.
Ratna kembali melemas sementara aku masih saja menjilati tubuhnya sampai 2-3 menit ke depan. Akhirnya kamipun tergolek bersebelahan, beristirahat sejenak dengan obrolan dan canda ringan. Tiba-tiba HP Ratna berbunyi.
“Iya-iya, ntar lagi kita berangkat kok.. Udah Citra dah datang dari tadi, tunggu ya!” kata Ratna menjawab HP-nya.
“Verna tuh, udah ngomel-ngomel, yuk siap-siap!” katanya lagi setelah menutup HP.
Kamipun bangun menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh dengan handuk basah. Ratna berdandan dengan terburu-buru sampai hampir lupa meresleting bajunya.
“Ya ampun Na, dari tadi pintu nggak dikunci yah, gimana kalo ada yang kesini?” seruku ketika mau membuka pintu.
“Ups, lupa.. Heheh.. Rasanya sih nggak, cuma ada nyokap di bawah, untung si Vina (adiknya) lagi keluar, yuk let’s go!” dia menarik lenganku dan melangkah ke bawah dengan cepat.
Setelah pamitan pada mamanya, kamipun berangkat untuk menikmati hiburan malam.
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\
Cerita Andani Citra
Wednesday, September 5, 2012
Nikmatnya Membalas Budi
Hai teman-teman, jumpa lagi dengan saya Citra. Wah setelah sekian lama mengundurkan diri dari tulis menulis cerita dewasa, saya terhenyak ketika mendapati cerita dewasa Indonesia ternyata telah berkembang sedemikian pesat. Setelah situs kesayangan kita 17tahun.com wafat, ternyata banyak penulis-penulis kreatif yang bermunculan seperti contohnya ya situs Kisabb nya Bang Shusaku ini, yang katanya terinspirasi dari cerita-cerita saya, duh malunya, masa sih saya sampe segitunya. Makasih ya Bang, makasih juga atas dukungan para penggemar cerita saya yang masih mengalir sampe sekarang, terbukti dari email-email yang masih sering masuk padahal cerita saya sudah lama terkubur. Melihat perkembangan cerita dewasa Indonesia yang sangat pesat saya jadi tergoda untuk turut menyumbang tulisan lagi nih, maka di tengah-tengah kesibukan kerja saya sengaja menyempatkan diri untuk menulis lagi memenuhi permintaan teman-teman sekaligus meramaikan blog Mr. Shusaku ini. Makasih banget ya Bang karena telah berhasil ‘memaksa’ saya turun gunung menulis pengalaman saya lagi. Baiklah supaya tidak buang waktu lagi perkenankan saya memulai saja cerita saya kali ini, moga-moga berkenan di hati teman-teman.
Namaku Andani Citra, kini aku telah berusia 26 tahun dan telah bekerja di sebuah perusahan multinasional. Kehidupan seksku masih beraliran bebas (atau mungkin lebih tepatnya liar) walau setelah lulus kuliah dan memasuki dunia kerja aku harus menguranginya seiring dengan kesibukanku di perusahaan dan tentunya harus lebih mampu membawa diri dong, jangan gara-gara nafsu sesaat berpengaruh buruk bagi karirku di perusahaan. Cerita ini terjadi tahun 2009 yang lalu ketika aku di Bandung, saat itu aku menghadiri sebuah resepsi pernikahan salah seorang anggota keluarga dari pihak mamaku. Karena kedua orang tuaku berhalangan hadir aku lah yang menghadiri undangan tersebut bersama Tante Linda, adik dari mamaku yang paling kecil atau bungsu dari 7 bersaudara keluarga mamaku. Beliau berumur 35 tahun dan telah menjanda sekitar lima tahun yang lalu dengan seorang anak perempuan yang telah berusia 8 tahun. Meskipun usianya telah kepala tiga dan pernah melahirkan, Tante Linda masih terlihat segar dan menggairahkan, terlebih dandanannya yang modis dan natural membuatnya terlihat lebih muda dari usia sebenarnya. Hubungannya denganku terbilang cukup akrab, obrolan kami saling nyambung satu dengan lainnya, mungkin karena usianya relatif masih muda sehingga masih bisa mengikuti gaya satu generasi di bawahnya seperti aku ini. Di Bandung kami menginap di salah satu hotel bintang tiga di jalan Pasirkaliki. Hari Sabtu malam kami berdua menghadiri undangan tersebut yang diselenggarakan di sebuah gedung serbaguna yang tidak terlalu jauh dari hotel tempat kami menginap. Dapat dibilang hari itu sangat melelahkan, bagaimana tidak begitu sampai di Bandung siangnya kami sudah dijamu oleh keluarga yang punya pesta (kami tidak sempat menghadiri pemberkatan nikah karena terlambat) lalu disusul harus ke salon untuk menata rambut dan make up kami, kemudian kembali ke hotel untuk bersiap-siap. Pesta pernikahan yang termasuk mewah itu berjalan lancar, kami pulang kembali ke hotel jam sembilan lebih. Setelah sikat gigi dan membersihkan make up aku langsung menjatuhkan diri ke ranjang, rasanya seperti surga saja setelah hari yang demikian padat. Aku sempat ngobrol-ngobrol sebentar dengan Tante Linda sebelum akhirnya terlelap di ranjang hotel yang empuk.
Keesokan harinya setelah sarapan di hotel, itulah saat yang kutunggu-tunggu, apa lagi kalau bukan belanja. Andre salah satu sepupuku mengantar kami berkeliliing kota Bandung yang terkenal sebagai sorganya belanja dan kuliner. Tujuan pertama kami adalah factory-factory outlet di sepanjang jalan Dago. Yang namanya berbelanja memang sering membuat orang lupa waktu, tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul dua siang, sudah lebih dari jam makan siang. Kami menenteng belanjaan kami memasuki sebuah kafe di sana dan makan dengan lahap. Kulihat belanjaan Tante Linda, wow ternyata tanteku yang satu ini gila belanja juga, beliau juga tidak segan-segan mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk pakaian atau aksesoris yang disukainya. Setelah Dago kami meneruskan perjalanan ke Rumah Mode di kawasan Setiabudi, kami tidak terlalu lama di sana sebelum akhirnya kembali ke hotel jam setengah enam sore. Acara selanjutnya adalah kumpul-kumpul bersama famili lagi. Aku cukup menikmati acara itu karena dapat bertemu lagi dengan saudara-saudara dan ngobrol-ngobrol sampai lupa waktu. Sepulangnya ke hotel jam 9 malam, aku baru sadar ternyata blackberry ku tidak ada di tasku. Alat komunikasi itu biasanya kutaruh di sebuah pouch berwarna merah muda, di dalamnya juga ada sedikit uang, beberapa kartu nama, serta beberapa benda kecil lainnya. Tentu saja aku panik setelah menyadari blackberry ku hilang karena di dalamnya ada nomor dan data-data penting. Aku mulai mengingat-ngingat di mana aku meletakkan benda itu sebelumnya. Apakah di restoran tempat acara keluarga tadi? Atau di tempat berbelanja atau tempat makan tadi siang?
“Kenapa ga hubungin langsung aja ke nomornya Ci?” usul Tante Linda melihatku yang mulai panik.
Benar juga pikirku, kenapa tidak kuhubungi saja, siapa tahu diterima oleh orang yang memungutnya yang kuharap orang jujur dan bersedia mengembalikannya. Tante Linda mengulurkan ponselnya padaku membiarkanku untuk memakainya menghubungi nomorku sendiri. Dengan harap-harap cemas aku menanti seseorang menerima panggilanku.
“Ya…hallo!” terdengar suara pria di seberang sana menerima teleponku.
“Hallo, ini siapa ya?” tanyaku
“Ai neng siapa ya?” tanyanya lagi dalam logat Sunda.
“Saya…saya yang punya blackberry Pak, eemm…maaf Pak blackberry yang Bapak pegang sekarang itu punya saya”
“Oooh…jadi Neng yang punya hape ini teh?“
“Iya Pak, Bapak dapet barang itu darimana? Tolong Pak itu barang penting”
“ Bapak mah nemu hapenya di bangku depan Rumah Mode neng, kayanya si neng lupa bawa nya??? tanya pria itu
Rumah Mode…ya ampun aku baru ingat, setelah selesai berbelanja di sana, kami duduk-duduk dulu di bangku batu di depan FO itu sambil beristirahat dan menikmati snack. Ternyata di sana lah pouch berisi blackberryku tertinggal.
“Eeennggg…Pak apa kita bisa ketemu saya buat ngembaliin barang itu, itu penting Pak, saya bersedia ngasih imbalan kalau Bapak mau ngembaliin” ucapku penuh harap
“Bisa Neng…bisa…Bapak juga lagi nunggu yang punya nelepon ke sini, da dosa atuh nyimpen barang yang bukan punya Bapak mah!” jawab suara di sana, “Neng di mana? Biar nanti Bapak anterin hapenya besok?”
“Saya di Hotel D’batoe di Pasirkaliki Pak, Bapak tau ga? Bapak besok siang bisa anterin? Soalnya saya sorenya udah harus pulang ke Jakarta”
“Ooh…boleh Neng, jadi besok Bapak anter ke sana aja yah, jam 1an abis makan siang bisa Neng?”
“Bisa Pak, saya tunggu ya, nanti kalau udah dateng bilang aja ke resepsionis biar nanti dia panggil saya di kamar, bilang mau ketemu Citra dari kamar 2011”
“Iya Neng siap, Bapak pasti dateng besok!”
“Makasih ya Pak, saya tunggu besok, maaf ini dengan Bapak siapa ya?”
“Agus Neng”
“Ooh…ok deh Pak Agus, sampai besok ya”
Setelah selesai menelepon, hatiku sedikit lega dan mengembalikan ponsel itu pada Tante Linda. Semoga saja bapak itu menepati janjinya besok akan datang untuk mengembalikan blackberryku.
*********************
Keesokan harinya
Pagi setelah sarapan kami mulai membereskan barang-barang kami karena akan pulang sore hari jam 6.45. Aku bersama Tante Linda menyempatkan diri berjalan-jalan di Mall Istana Plaza dekat tempat kami menginap. Dasar wanita, dari yang tadinya cuma mau jalan-jalan menghabiskan waktu menunggu kereta berangkat malah akhirnya berbelanja juga, ga tahan deh lihat barang bagus hehehe...Jam 11an ketika masih di mall, saudaraku menelepon Tante Linda katanya akan menjemput kami untuk makan siang bersama. Mereka datang sekitar setengah jam setelahnya. Mereka menjamu kami makan siang di sebuah restoran Thai di mall itu. Di tengah makan dan berbincang-bincang, tiba-tiba aku teringat akan bertemu dengan Pak Agus di hotel tempatku menginap untuk menerima blackberryku. Aku melihat jam sudah menunjukkan pukul satu kurang sepuluh menit, astaga…bagaimana kalau dia sudah datang dan menungguku? Aku pun terpaksa harus mohon diri pada saudara-saudaraku untuk kembali ke hotel dan akan segera kembali kalau sudah selesai urusannya. Mereka pun nampaknya mengerti alasanku.
“Lain kali taro barang hati-hati Ci, untung ada orang yang baik mau ngembaliin” nasehat salah seorang tanteku yang sudah berumur di atas setengah abad.
Aku hanya tersenyum kecil menanggapinya sebelum meninggalkan mereka. Hanya dengan berjalan kaki lima menitan aku sudah tiba ke hotel dan langsung ke meja resepsionis menanyakan apakah tadi ada orang mencariku.
“Belum ya Mbak, dari tadi pagi saya disini tapi belum ada” jawab si mbak resepsionis.
“O, ya udah deh Mbak, saya tunggu aja di kamar, nanti kalau sudah datang telepon aja ya, janjinya sih deket-deket jam segini” pesanku
Setelahnya aku pun kembali ke kamar dan menyalakan TV untuk menunggu kedatangan Pak Agus. Waktu terus berjalan, sebentar lagi sudah mau setengah dua, tapi belum ada juga yang menelepon ke sini. Kegelisahan mulai kembali menyelubungiku, jangan-jangan si bapak berubah pikiran tidak mengembalikan blackberry itu dan menjualnya, pikiran-pikiran negatif lain mulai membayangi pikiranku. Aku menelepon Tante Linda menanyakannya apakah akan sudah mau pulang ke hotel atau masih akan kemana lagi?
Tante Linda berkata bahwa selanjutnya mereka akan ke Kota Baru Parahyangan dan menyuruhku segera kembali ke Istana Plaza. Aku sempat agak bingung memilih apakah harus tetap menunggu atau pergi saja karena Pak Agus tidak akan datang mengembalikan blackberry itu. Tapi feelingku mengatakan aku harus menunggu sehingga kujawab sebaiknya mereka pergi saja tanpa aku karena masih belum datang, tidak enak pada yang lain, aku juga beralasan agak tidak enak badan, takutnya tambah parah.
“Ya ok deh Ci, kalau gitu kamu istirahat aja, Tante ga lama kok jam tiga udah balik katanya” jawab Tante Linda.
“Ok deh tante, sori nih jadi pada nunggu, sampe nanti ya!” kataku menutup pembicaraan.
Kini aku hanya berharap supaya tidak menyesal memutuskan demikian, kuharap Pak Agus akan datang sesuai janjinya kemarin. Omong-omong kalau dia benar datang akan kuberi apa sebagai imbalannya ya? Hhhmmm…tiba-tiba aku mulai mupeng nih, aku berpikir bagaimana kalau mengajaknya ML saja, kan mumpung cuma aku sendirian di kamar ini. Aku mulai terangsang membayangkan yang tidak-tidak, tanganku mulai meraba bagian selangkanganku dan membayangkan seperti apa Pak Agus orangnya, kalau dari suaranya sih sudah setengah baya, tapi itu tidak masalah, aku toh sudah mencoba berbagai jenis pria sebagai partner seksku. Baru saja tanganku hendak membuka resleting hotpants yang kupakai telepon di sebelah ranjangku berbunyi. Aku segera mengangkatnya, telepon itu dari resepsionis yang memberitahukan bahwa ada seorang pria mencariku dan kini sedang menunggu di lobby hotel. Thanks God, betapa lega hatiku karena orang itu akhirnya menepati janjinya sehingga aku tidak perlu kehilangan data-data di blackberryku, di saat yang sama aku juga berdebar-debar kalau aku harus memberi hadiah ‘nakal’ pada Pak Agus itu. Aku segera keluar dari kamar setelah memastikan diriku sudah rapi di depan cermin besar di dekat pintu. Saat itu pakaian yang melekat di tubuhku adalah sebuah kaos lengan pendek berwarna pink dan sebuah hotpants biru tua yang memamerkan sepasang paha jenjangku. Sejak di mall tadi memang penampilanku telah mengundang decak kagum para pria, aku dapat merasakan mereka ngiler melihat bentuk tubuhku ini. Aku melangkahkan kakiku menuruni tangga, di ruang tunggu lobby aku melihat seorang bapak setengah baya kira-kira berusia 50 tahun ke atas, berambut cepak hampir botak, sedang duduk di sofa, kutebak itulah Pak Agus karena tidak ada tamu lain lagi.
Pak Agus
“Ehehe…Neng Citra yah?” pria itu berdiri dan memberi salam sambil tersenyum ramah.
“Iya bener…siang Pak Agus, makasih ya udah repot-repot nih!” aku mengulurkan tangan padanya untuk bersalaman
Aku dapat memperhatikan matanya mencuri-curi pandang tubuhku, terlebih ketika aku duduk dan menyilangkan kakiku, pasti dalam otaknya sudah mulai mupeng tuh hehehe…
“Maaf yah Neng bapak terlambat, tadi di jalan macet, tempat bapak kan lumayan jauh, ke sini juga pake angkot!” katanya
“Gak papa kok Pak, justru saya yang maaf udah bikin Bapak datang jauh-jauh ke sini buat anterin barang saya!” kataku sambil tersenyum manis
“Ini Neng barang punya Neng, coba diperiksa aja dulu!” katanya seraya mengeluarkan pouch blackberry ku dari balik jaket lusuhnya.
Aku senang sekali melihat benda itu kembali, setelah menerimanya aku segera memeriksa isinya, kartu-kartu nama masih lengkap bahkan sedikit uang yang kuselipkan di situ tidak kurang sedikitpun. Dalam hati aku sangat bersyukur masih ada orang jujur di dunia ini.
“Duh makasih banget yah Pak, ini penting semua loh…Bapak nemuin ini gimana??” tanyaku
“Ya itu Neng, ketinggalan di bangku, bapak kan tukang parkir di situ, jadi pas ngeliat, langsung diamanin sama bapak teh” ia menjelaskan sambil pandangannya terus saja menyapu tubuhku.
“Iya nih Pak keasyikan belanja sampe ceroboh, bener Pak saya berterima kasih sekali ke Bapak” aku berterima kasih lagi, “Emm…sebagai balasannya saya sudah mempersiapkan hadiah buat Bapak, apa Bapak mau ikut saya ke kamar soalnya masih saya simpan di sana?”
“Oh gak usah Neng ga usah, Bapak gak ngeharap hadiah kok, cuma nolongin orang aja!” tolaknya halus, “Bapak punten dulu yah!” ia berdiri hendak pergi
“Pak tolong diterima ya, ini sebagai rasa terima kasih saya pada Bapak!” aku berdiri dan menatapnya dengan penuh harap.
“Eeemmm...kalau Neng maksa, ya udah tapi jangan lama ya Neng kan ga enak” ia akhirnya mengiyakan juga
Akupun berjalan kembali ke kamarku di atas dengan diikuti olehnya. Aku dapat merasakan ia terus memperhatikan tubuhku terutama saat naik tangga.
“Hehehe...ga enak, ga enak apanya? Nanti juga keenakan lo!” tawaku dalam hati.
“Duduk dulu Pak, mau minum apa?” tanyaku setelah masuk ke kamar.
“Ehehe...apa aja deh Neng” jawabnya masih agak grogi.
Aku membuka kulkas dan mengeluarkan sebotol Pulpy Orange, kubuka tutupnya dan kutuangkan isinya ke dalam gelas.
“Diminum Pak!” kataku seraya menyodorkan gelas itu padanya.
Saat ia meneguk minumannya aku dengan gerakan menggoda membuka kaosku lalu hotpantsku. Pria itu hampir tersedak melihat pertunjukan erotisku tepat di hadapan matanya. Kini tinggal bra dan celana dalam ungu yang tertinggal di tubuhku. Matanya membelakak menyaksikan kemulusan tubuhku dengan mulut melongo.
“Eee...ehhh...apa nih Neng, kok kaya gini sih?” tanyanya tergagap-gagap.
Aku yakin perasaannya berkecamuk antara bingung dan tidak percaya, rasanya ia seperti sedang bermimpi, tidak menyangka hal ini akan terjadi. Aku mendekati dirinya yang sedang terpana, kuambil gelas yang isinya tinggal seperempatnya itu dan kuletakkan di meja di sebelahnya, lalu aku naik ke pangkuannya. Kuraih tangan kanannya dan kuletakkan di dadaku dan tanpa banyak bicara lagi, wajahku mendekati wajahnya hendak menciumnya. Tapi tanpa kuduga, ia menurunkanku dari pangkuannya dan buru-buru berdiri.
“Neng apa-apaan nih? Jangan gini ah, ga baik Neng, dosa...ga pantes Neng!” katanya gugup.
“Nggak Pak...nggak apa-apa, saya cuma ingin berterima kasih ke Bapak karena sudah membantu saya, Bapak boleh nikmati saya sepuasnya” kataku sambil merangkul lengannya, tapi ia segera menepiskannya
“Iyah tapi jangan gini Neng, Bapak udah punya istri sama anak, dosa atuh kalau selingkuh mah Neng!” katanya dengan logat Sunda yang kental.
Kulihat wajahnya serius dan nampaknya tidak ingin berbuat selingkuh, aku pun sempat kagum dibuatnya, baru kali ini ada yang menolak kenikmatan yang kutawarkan.
“Ya udah deh Pak, maaf ya kalau saya keterlaluan, kita anggap aja kejadian barusan itu nggak ada” kami sempat saling terdiam beberapa saat lalu aku melanjutkan, “kalau sudah tidak ada apa-apa Bapak boleh pergi, sekali lagi terima kasih dan maaf ya Pak”
Ia mengangguk, tapi matanya tidak lepas memandangi tubuhku yang tinggal memakai pakaian dalam.
“Bapak permisi ya Neng!” katanya seraya mengambil kembali topi petnya di atas meja lalu berdiri.
Aku berjalan dulu di depan untuk membukakan pintu baginya. Tapi tanpa kuduga-duga, bar u saja hendak membuka kunci, tiba-tiba tubuhku didekap dari belakang. Aku pun secara refleks meronta panik.
“Eeehhh...Pak, ngapain nih!” kataku sambil berusaha melepaskan diri.
Ia menghimpitku ke sudut ruangan sebelah pintu dan tangannya mulai menggerayangi tubuhku. Memang inilah yang sejak tadi kuharapkan, tapi aku sengaja bersikap seolah-olah menolak untuk menaikkan nafsunya dan juga menaikkan gengsiku akibat penolakkannya barusan.
“Jangan Pak...apa-apaan sih!” aku setengah berteriak dan menepiskan tangannya yang meremas payudaraku yang masih tertutup bra.
“Maaf Neng, kan Neng yang tadi ngajak duluan, Bapak jadi gak tahan nih ngeliat bodi Neng bahenol gini...masih boleh kan? Hehehe” tangannya kembali mencaplok payudaraku sementara tangan satunya mengelusi pahaku hingga ke pantat.
“Uuuh...jangan gitu Pak, ssshhh!!” desahku saat tangannya yang kasar dan sudah berkeriput menyusup ke balik cup bra ku dan bersentuhan langsung dengan payudaraku.
“Kok jangan Neng? Kan tadi Neng yang godain Bapak huehehehe...” sahutnya sambil memencet putingku sehingga aku seperti merasakan gelombang kenikmatan mengaliri tubuhku.
Perlakuannya membuatku langsung lemas terbuai kenikmatan sehingga rontaanku pun semakin lemah. Ia kini membalik tubuhku hingga saling berhadapan dengannya lalu bibirnya melumat bibirku dengan rakusnya.
“Eeemmm...mmmhh....ssllkk...ssssllrrp!” suara desahan tertahan terdengar dari mulutku saat berpagutan dengannya.
Selama beberapa menit lamanya kami bercumbu dengan penuh gairah, lidah kami saling belit dan saling jilat, air liur kami saling bertukar, aku juga dapat merasakan bau cengkeh pada mulutnya, agaknya ia lumayan perokok juga. Selama itu pula tangannya tidak pernah diam menjelajahi tubuhku, tangan satunya masuk ke celana dalamku bagian belakang dan meremasi bongkahan pantatku dengan gemasnya sementara tangan lainya memeloroti bra sebelah kiriku lalu mempermainkan payudaraku yang sudah terbuka.
Mulut Pak Agus kini turun ke bawah sambil mencium dan menjilati leherku terus menuju payudaraku. Lidahnya menjalar dan meliuk-liuk pada putingku yang makin mengeras, menghisap dan meremas-remas payudaraku. Sementara itu tangannya yang tadi meremasi pantatku kini mulai merayap ke depan menyentuh kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu lebat. Jari-jari nakal itu mengelus-elus bagian sensitifku dari balik celana dalam. berusaha membuka penutup terakhir itu, tapi aku sengaja pura-pura menolak agar ia semakin bernafsu padaku
"Udah ah Pak, jangan terusin!" tolakku dengan suara sedikit mendesah.
“Si neng ah, malu-malu mau gini malah bikin bapak tambah konak pengen ngentotin neng huehehehe...mmmm....slllrrpp!” katanya sambil terus mengenyot payudaraku
“Eenngghh!! Pak!” desahku dengan tubuh menggelinjang ketika dua jarinya membelah bibir vaginaku dan mulai mengorek-ngorek liang kenikmatanku.
Jari-jari itu bergerak liar dalam vaginaku seperti ular sehingga aku pun menggeliat dan mendesah merasakan kenikmatannya. Sebentar saja wilayah kewanitaanku sudah becek dengan lendir dibuatnya.
“Di ranjang aja Pak!” kataku sambil memegang pergelangan tangannya yang sedang mengaduk-aduk di balik celana dalamku dan kutarik ke arah ranjang.
Aku menghempaskan tubuhku ke ranjang sementara ia berlutut di lantai di tepi ranjang dan menarik lepas celana dalamku. Matanya seperti mau keluar menatapi vaginaku yang sudah terbuka, dengan ditumbuhi bulu-bulu hitam dan bagian tengahnya yang merah merekah mengundang gairah.
“Ooohh...Pak!!!” desahku sambil meremas rambutnya yang sudah beruban ketika kurasakan nafasnya menerpa vaginaku disusul sapuan lidahnya pada bibir vaginaku yang menyebabkan tubuhku menggelinjang nikmat.
Aku berbaring dengan tubuh setengah terangkat dengan bertumpu pada kedua siku tanganku sehingga aku dapat melihat wajahnya yang mupeng berat saat melumat vaginaku.
“Aaaahhh...teruss Pak, disitu enak...yahhh!!” erangku ketika pak Agus dengan nakal menyedot klitorisku dan menyeruput cairan cintaku yang memang rasanya sejak tadi terus mengalir.
Dan yang bisa kulakukan hanya merintih dan mengejang keenakan tanpa mampu menyembunyikan rasa nikmat yang mendera tubuhku ini. Lidah itu...lidahnya yang kasap itu terus menyapu-nyapu kewanitaanku dan kadang masuk ke dalam menimbulkan sensasi geli yang menggelitik nikmat. Ooh...rasanya cairan cintaku mau tumpah semua dibuatnya. Bukan hanya lidahnya, jarinya pun ikut keluar masuk liang vaginaku menambah kenikmatan sensual ini. Ada sekitar sepuluh menitan ia mengulum dan mencucuk-cucukkan jarinya ke vaginaku membuatku menggelinjang dan mendesah tak karuan.
Puas melumat vaginaku, ia naik ke ranjang menindih tubuhku, bibirnya langsung menyosor bibirku. Kami berciuman dengan penuh gairah, sambil beradu lidah tanganku dengan lincah mempreteli kancing kemejanya lalu membuka kemeja lusuh itu. Kami berguling ke samping tiga kali hingga aku kini balik menindihnya. Tanganku bergerak ke bawah membuka sabuknya, dilanjutkan dengan resleting celananya. Baru meraba dari luar saja aku sudah merasakan penisnya yang menegang. Dadaku bergesekan dengan dadanya yang kurus dan tulangnya tercetak pada kulit keriputnya itu. Walau agak kurus tubuhnya masih cukup kokoh, masih memperlihatkan keperkasaan masa mudanya dulu. Setelah pakaiannya terlepas semua, aku mulai membuka celana dalamnya. Dengan hati deg-degan kuturunkan pelan-pelan pakaian terakhir yang masih melekat di tubuhnya itu. Wow...penis yang telah ereksi itu mengacung tepat di depan wajahku, lumayan keras dan panjang. Kugenggam dan kukocok pelan benda itu.
“Kenapa neng? Bogoh sama kontol bapak? Hehehe!” godanya karena melihatku terbengong mengamati penisnya itu.
Kujawab dengan membuka mulutku dan menelan benda panjang itu, hap! Mulailah aku mempraktekkan teknik oralku padanya. Pertama-tama aku mulai dari kepala penisnya dulu, bagian itu kujilati dan kuemut-emut sambil tanganku mengocok pelan batangnya. Pria setengah baya itu langsung mendesah nikmat sambil meremas rambutku. Kepalaku mulai naik-turun mengemuti penisnya yang keras itu. Tak lama kemudian aku merubah posisi, aku memutar tubuh dan menaiki wajahnya hingga kini kami dalam posisi 69.
“Jilat Pak!” perintahku sambil menengok ke bawah belakang, “ahhh!” tanpa kuperintah kedua kalinya lidah dan jarinya sudah menyerang vaginaku.
Aku juga merundukkan tubuh dan kembali memasukkan penis dalam genggamanku ke mulut. Kami saling jilat dan emut alat kelamin masing-masing. Pak Agus sangat bernafsu, ia memasukkan jari jarinya ke dalam vaginaku dengan agak kasar. Liang kenikmatanku memang sudah basah, karena orgasme barusan.
"Wah basah betul nih Neng, asyik ya? Nyepongnya juga Neng jago amat yah?" kata Pak Agus mengomentari, "mm…wangi lagi memeknya” sahutnya lagi sambil mengenduskan hidungnya ke vaginaku.
Ia sekarang mempermainkan klitorisku, ia gosok gosokkan jari dan lidahnya pada daging kecil yang sensitif itu. Tubuhku sampai bergetar ketika merasakan sapuan lidahnya pada klitorisku. Pijatan lembut telunjuk dan ibu jarinya pada klitorisku membuat pinggulku meggeliat-geliat. Semakin tidak tahan, akupun mengisap penisnya kuat-kuat. Jilatan dan coblosan jemari Pak Agus membuat tubuhku semakin bergetar menuntut pemuasan.
“Pakk..ohh. .sekarang yaaa…ohhh gak tahan nih!” aku mendesah tak karuan
“Apa yang sekarang Neng?”' Pak Agus menahan senyum-senyum mupeng
“Ayo Pak...entotin saya, udah pengen nih!” ujarku tanpa malu-malu sambil menggeser tubuhku ke depan, pantatku kuangkat setinggi mungkin, kedua jariku menyibak bibir vaginaku seolah mempersilakannya menusuk lubang kenikmatanku
“Hehe...jadi Bapak ewe yang memeknya sekarang!” sahutnya sambil bangkit berlutut di belakangku.
Aku mengangguk dan nafasku makin terengah-engah menahan kobaran birahi, tidak sabar lagi aku menuggu vaginaku ditusuk oleh penisnya yang sudah keras itu
“Ooohh!!” aku mendesah merasakan kepala penisnya melesak masuk ke vaginaku.
Penis itu secara perlahan tapi pasti semakin memasuki kewanitaanku. Aku menggelinjang merasakan ganjalan di bibir vaginaku.
“Terus masukin Pak!” aku menarik nafas menahan ganjalan kejantanan Pak Agus yang terbilang keras itu.
Penis itu terasa sekali dalam vaginaku, begitu keras dan berdenyut-denyut. Tak lama kemudian penis itu pun mulai menyentak-nyentak, tangan kasar pria itu merayap ke arah payudaraku dan mulai meremas-remasnya. Aku pun mendesah-desah sambil meremasi kain sprei di bawahku. Pak Agus mengayuh dengan perlahan tapi kuat, sekitar dua detik selang tiap hujaman dan tarikan. Batang kemaluannya sengaja agak ditekan ke dinding kemaluanku.
“Ugghh...gitu Pak, tenagaan dikit...eemmhhh....eemmhh!” sahutku sambil turut menggoyang-goyangkan pinggul.
Sodokan-sodokan yang demikian kuat dan buas membuat gelombang orgasme kembali membumbung, dinding vaginaku kembali berdenyut, kombinasi gerakan ini dengan gerakan maju mundur membuat batang kemaluan pria itu seolah-olah diperas. Aku menengok ke belakang menyaksikan Pak Agus semakin tidak bisa menahan kenikmatan yang melandanya, gerakannya semakin liar, mukanya menegang, dan keringat meleleh dari dahinya. Melihat hal ini, timbul keinginanku untuk membuatnya mencapai puncak kenikmatan. Pinggulku kuangkat sedikit dan kemudian membuat gerakan memutar saat ia melakukan gerak menusuk. Pak Agus nampaknya mendapat sensasi luar biasa dari jurusku ini, mimik mukanya yang memangnya culun itu bertambah lucu ketika menahan nikmat, batang kemaluannya tambah berdenyut-denyut, ayunan pinggulnya bertambah cepat tetapi tetap lembut. Tidak sampai lima menit kemudian, pertahanannya pun bobol. Penisnya menghujam makin dalam ke vaginaku, lalu tubuhnya ambruk menindihku. Aku dapat merasakan tubuh kurus itu bergetar dan mengejang ketika spermanya keluar di dalam vaginaku berkali-kali. Semprotan-semprotan hangat itu mengisi liang kenimatanku hingga kurasakan penisnya makin menyusut di dalam sana, sungguh luar biasa rasanya.
Pak Agus mengeluarkan penisnya lalu rebah di sebelah kananku. Selama beberapa menit kami beristirahat memulihkan tenaga masing-masing. Kami ngobrol ringan sambil sesekali bercanda sambil istirahat, menurut pengakuannya baru kali ini dia berkesempatan ngeseks dengan wanita secantik diriku (bukan muji diri loh, ini kata beliau kok) dan dari kelas atas pula. Aku tersenyum mendengar pengakuannya.
“Bapak masih kuat? Saya belum puas nih soalnya” kataku dengan suara mendesah erotis sambil naik menindih tubuhnya.
“Weleh...weleh si Neng gede nafsu juga euy, masih Bapak masih bisa kok, tapi mainnya pelan-pelan aja Neng, Bapak kan udah tua hehehe” katanya.
Tanganku ke bawah meraih penisnya, benda itu sudah mulai bangkit lagi tapi belum sepenuhnya. Untuk membangkitkan kembali gairahnya aku menciumnya, tanganku yang satu membelai dadanya, kucubit dan kupilin putingnya yang berbulu. Ciumanku merambat turun ke lehernya, bahu hingga dadanya, aku dapat merasakan aroma keringatnya. Aku melakukan mandi kucing padanya hingga sampai di putingnya kujilati dan kuhisap. Penis dalam genggamanku pun terasa semakin mengeras. Aku memposisikan vaginaku di atas penis itu. Kemudian secara perlahan aku menekan batang kemaluannya yang sudah sangat keras ke bibir kemaluanku yang sudah sangat basah karena cairanku sendiri. Aku menahan napas saat benda itu menurunkan tubuhku hingga penisnya melesak masuk. Seinci demi seinci, batang kemaluan Pak Agus mulai terbenam ke dalam jepitan liang vaginaku. Ternyata si tukang parkir ini bukanlah orang yang hijau dalam hal seks, buktinya ia tidak terburu-buru melesakkan seluruh batang kemaluannya tapi dilakukannya secara bertahap dengan diselingi gesekan-gesekan kecil ditarik sedikit lalu didorong maju lagi hingga tanpa terasa seluruh batang kemaluannya sudah terbenam seluruhnya ke dalam liang kemaluanku. Kami terdiam beberapa saat untuk menikmati kebersamaan menyatunya tubuh kami. Bibir pria itu memagut bibirku dan akupun membalas tak kalah liarnya. Aku merasakan kedutan penis Pak Agus yang terjepit dalam
vaginaku.
“Aaakkhh!” erangku dengan tubuhku tersentak saat tiba-tiba Pak Agus menyentak pinggulnya ke atas.
"Asoy kan Neng?" katanya dekat telingaku
“Hihihi...nakal yahh...Ohh" belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, ia sudah menyentakkan lagi pinggulnya, kali ini lebih bertenaga hingga seolah-olah ujung kemaluannya menumbuk dinding rahimku di dalam sana.
Aku yang merasa tertantang mulai menggoyangkan pinggulku. Kulihat matanya membeliak-beliak ketika penisnya yang terjepit dalam liang kemaluanku kuputar dan kugoyang. Aku menegakkan tubuh sehingga semakin leluasa menaik-turunkan tubuhku agar penisnya terhujam lebih dalam ke vaginaku
"Shh.. Oughh.. Terushh.. Neng...enakkhh!" Pak Agus menceracau.
Tangannya yang kasar dan sudah keriput mencengkeram kedua payudaraku dan meremasinya. Napas kami pun semakin menderu-deru karena tubuh kami diterpa gelombang birahi yang dahsyat. Aku semakin tak dapat menahan diri lagi, tubuhku bergerak semakin liar dan kepalaku menggeleng-geleng. Dua puluh menit lamanya aku menaiki batang Pak Agus yang keras hingga benda itu merojok-rojok vaginaku hingga akhirnya keasyikan kami terganggu oleh suara pintu dibuka. Kontan aku pun menyambar guling untuk menutupi tubuh telanjangku, demikian juga Pak Agus, pria setengah baya itu nampak kalang kabut, ia meraih bantal di bawah kepalanya dan langsung menutupi selangkangannya.
“Citra...” ujar Tante Linda sambil melongo seolah tidak bisa meneruskan lagi kata-katanya, kami terdiam sesaat dan saling memandang.
“kamu...kamu apa-apaan ini? Siapa dia?” tanya Tante Linda dengan suara bergetar dan agak ditinggikan.
“Eeemmm...ini tante, Pak Agus, dia...dia yang nemuin BB Citra tante” jawabku masih agak tergugup.
“O gitu ya...ayo Ci kamu ikut tante sebentar!” kata Tante Linda seraya menarik lenganku sampai guling yang kupakai untuk menutupi tubuhku jatuh “Bapak tunggu disitu ya! Kita masih harus bicara!” hardiknya pada Pak Agus yang masih tertunduk sambil menyeretku.
Tante Linda menyuruhku masuk ke kamar mandi yang terletak di dekat pintu masuk sedangkan ia sendiri berdiri di ambang pintu sehingga bisa sambil mengawasi Pak Agus. Wah...habis deh pikirku, dia pasti bakal memarahiku dan nanti melaporkan ke orang tuaku.
“Ayo ceritakan ada apa ini sebenarnya, kamu benar-benar gila ya!” kata Tante Linda dengan melipat tangan.
Akupun akhirnya menceritakan dengan singkat kejadiannya.
“Tolong yah, Tante, jangan bilang-bilang ke mama papa, Citra cuma khilaf, ya namanya juga darah muda kan” aku memohon padanya setelah selesai menceritakan semuanya.
?
Tante Linda
?
“Nakal banget sih kamu Ci, tante pasti akan lapor semua ini...kalau kamu gak ngajak-ngajak Tante” kalimat terakhir ia ucapkan dengan suara berbisik.
Tentu saja aku terkejut mendengar kata-katanya.
“What? Maksud tante?” tanyaku meminta kejelasan, kulihat sebuah senyum mengembang di wajahnya
“Tante bilang ngajak Tante....boleh kan Tante ikutan enjoy?” jawabnya pelan agar suaranya tidak terdengar Pak Agus di luar sana, “gak dihitung selingkuh kan? Tante kan udah lama sendiri, sekali-sekali boleh dong” lanjutnya dengan senyum makin lebar.
“Eh...Tante...mau apain sih!?” aku memegang lengannya ketika ia hendak beranjak dari ambang pintu.
“Pssstt...kamu liat aja Ci!” ia melepas tanganku lalu berjalan ke arah Pak Agus yang mulai memunguti pakaiannya, saat itu ia sudah memakai celana dalamnya.
“Oke Pak, saya rasa kita harus bicara dulu!” sahut Tante Linda sambil mendekatinya dengan nada tegas.
“Eh...iya iya....Bu, duh Bapak menta maaf banget, Bapak khilaf Bu, lagian Neng Citra juga yang godain Bapak, jadi gini deh!” Pak Agus terbata-bata dan tidak berani menatap wajah Tante Linda yang sengaja dibuat judes.
“Bapak kira bisa pergi begitu saja setelah main gila sama keponakan saya?” tanya Tante Linda sinis.
“Aduh...kan Bapak udah minta maaf, jadi Ibu mau apa dong!” pria itu makin bingung seperti maling yang tertangkap basah.
Aku melihat itu semua dari pinggir pintu kamar mandi, aku tertawa melihat ekspresi culunnya itu, culun-culun tapi bisa gila juga kalau sudah dikasih ‘daging mentah’
“Tolong ke sini Pak!” perintah Tante Linda seraya menjatuhkan pantatnya ke tepi ranjang, “Sini! Berdiri di sini!” sahutnya lagi karena pria itu bengong.
Pak Agus kini berdiri di depan Tante Linda yang duduk di tepi ranjang hanya dengan bercelana kolor.
"Bu... mau ngapain? Eeehhh...jangan Bu" Pak Agus kaget ketika tangan Tante Linda menjamah batang kemaluannya yang masih tersembunyi di balik celana dalamnya, dielusnya selangkangan pria itu dengan lembut.
“Saya minta tanggung jawab Bapak, gara-gara Bapak saya kan jadi horny nih, jadi Bapak harus muasin saya!” kata Tante Linda seraya menurunkan celana dalam Pak Agus sehingga batang kemaluannya yang sudah mulai mengeras lagi terpampang jelas di depan wajah tanteku dan ia mulai menggenggamnya serta mengocoknya pelan.
Pak Agus tidak meneruskan kata-katanya lagi selain melongo lalu mendesah merasakan penisnya dikocok oleh Tante Linda. Tante Linda mulai memainkan lidahnya menjilati penis pria itu. Bukan hanya melakukan service lidah, Tanteku itu mulai memasukkan penis itu ke dalam mulutknya sehingga Pak Agus makin mengelinjang, matanya pun merem-melek dan tangannya mulai meremas rambut tanteku.
Adegan itu berlangsung kira-kira 10 menit dan selama itu aku menontonnya dengan melongokkan kepala dari pintu kamar mandi. Tak sadar, tanganku ke bawah menggosok vaginaku sendiri. Aku merasakan vaginaku sudah berlendir lagi dan mulai serasa berdenyut-denyut ingin ditusuk. Aku pun keluar dari kamar mandi dan menghampiri mereka di ranjang. Saat itu Tante Linda masih asyik memberi servis oral pada Pak Agus, kudekap tubuh pria itu dari belakang, kugesekkan buah dadaku di punggungnya dan paha kiriku yang mulus ke pahanya.
“Enak ya Pak, hihihi...!” kataku dengan suara mendesah di dekat telinganya
Mata Pak Agus seperti mau copot dan tidak berkedip ketika Tante Linda bangkit berdiri dan mulai melepaskan satu persatu kancing gaun terusannya dengan disertai senyuman menggoda. Tante Linda meloloskan pakaian itu hingga melorot jatuh ke lantai menyisakan bra dan celana dalam krem di baliknya yang membungkus tubuhnya yang masih langsing dan kencang. Karena tubuh kami menempel erat aku dapat merasakan detak jantung Pak Agus yang makin kencang saat Tante Linda membuka bra nya lalu melemparnya ke belakang. Payudaranya yang berputing coklat begitu bulat dan tegak menantang, padahal sudah punya anak dan pernah menyusui, aku jadi sirik dibuatnya apakah setelah punya anak nanti milikku masih sebagus punya tanteku ini. Tante Linda meraih tangan Pak Agus dan meletakkannya pada payudara kirinya.
“Ini yang harus Bapak pertanggungjawabkan, sekarang saya ingin Bapak selesaikan!” katanya
“Aaahhh!” erang Tante Linda begitu menyelesaikan kalimatnya, tanpa disuruh lagi tangan Pak Agus meremas kencang payudaranya dengan gemas.
Tangan pria itu yang satunya mendekap tubuh tanteku dan mendorongnya ke depan sehingga tubuh mereka pun terhempas ke ranjang. Sebentar saja Pak Agus sudah menjilati dan menggerayangi tubuh tante Linda. Slluurrp...ssllrrrppp...terdengar suara seruputan saat pria itu melumat payudara tanteku secara bergantian. Tangan kanan pria itu merayap turun ke bawah menyusup masuk ke balik celana dalam Tante Linda, tampak tangannya itu bergerak-gerak di balik celana dalam itu. Tak ayal, tubuh tanteku pun menggeliat-geliat, tangannya memeluk erat tubuh pria itu. Tangan pria itu kini menarik lepas celana dalam Tante Linda dibantu oleh tanteku yang menggerakkan kakinya. Akhirnya tubuh tanteku itu pun tidak tersisa lagi pakaian apapun, vaginanya tampak masih rapat dengan dihiasi bulu-bulu lebat yang dicukur rapi. Setelah melepaskan pakaian terakhir yang tersisa di tubuh Tante Linda, Pak Agus berlutut dan menaikkan kedua paha Tante Linda ke bahunya ditariknya hingga selangkangan tanteku tepat di mulutnya. Wajah pria itu kini terjepit di antara kedua paha mulus tanteku dan seperti memakan semangka...sslluurrp....ia mulai menjilati dan mengisap vagina tanteku. Desahan erotis pun keluar dari mulut Tante Linda tanpa tertahankan. Aku yang mulai birahi lagi berlutut di lantai berkarpet di pinggir ranjang dan memiringkan sedikit tubuhku dengan bertumpu pada siku, kuraih penis Pak Agus yang nganggur dan mulai kukocok. Kami saling hisap alat kelamin selama kira-kira beberapa belas menit lamanya.
Aku menyuruh Pak Agus berbaring telentang karena masih ingin meneruskan posisi yang tanggung tadi ketika Tante Linda tiba-tiba masuk. Aku pun segera kembali menaiki penis Pak Agus, kupegang benda itu dan kuarahkan ke vaginaku.
“Eeemmmhhh!” lenguhku sambil menurunkan tubuhku hingga penis itu terbenam dalam vaginaku.
“Diterusin Pak jilat-jilatannya!” sahut Tante Linda menaiki wajah Pak Agus dengan posisi berhadapan denganku.
“Ssshhh...Ci...kamu sering ya...eeemmm...gila-gilaan gini?” tanya Tante Linda terengah-engah.
“Iyah...Tante, apalagi....aahhh...waktu jaman kuliah dulu...aaahh!” jawabku sambil menaik-turunkan tubuhku.
“Dasar yah...mmmhhh...anak-anak jaman sekarang...aahhh...aahhh!”
Bibir dan lidah Pak Agus beraksi dengan buasnya di selangkangan tanteku. Yang membuat Tante Linda semakin histeris adalah ketika pria itu menjilat sambil mencucuk-cucukkan jarinya ke liang kenikmatannya. Decakan suara lidah pria itu yang bermain di vagina Tante Linda mengiringi desahan kami yang saling berlomba-lomba mencapai puncak kenikmatan. Sementara itu aku sendiri mulai merasakan kenikmatan dari vaginaku yang terasa semakin peret mencengkram penisnya. Telapak tanganku dan Tante Linda saling genggam erat, mengimbangi kenikmatan dari tusukan penis Pak Agus, aku memagut bibir tanteku itu, mulanya ia seperti kaget menyambut lidahku, tapi perlahan-lahan bibirnya mulai membuka dan ikut memainkan lidahnya bersamaku. Aku memeang tidak pernah membayangkan ber-french kiss dengan tante sendiri, tapi kalau dalam keadaan birahi tinggi begini apa pun bisa terjadi. Kini kami, dua wanita yang berada di atas tubuh pria setengah baya itu, saling bercumbu dan saling meraih buah dada dilanjutkan saling meremas membuat adegan di atas ranjang hotel ini menjadi semakin panas.
"oohh Taantee, saya...saya keluaarr.., oohh enaak, Pak terus sodok ke atas...aahh...aahh saya nggak kuat lagi oohh...enaakk!!", aku mengerang panjang dengan tubuh mengejang dahsyat.
Sungguh orgasme yang luar biasa, vaginaku berdenyut keras dan cairan kewanitaanku meleleh deras dari dasar liang kenikmatanku. Akhirnya aku pun rebah di samping mereka dengan tubuh bercucuran keringat.
"Ayo Bu, kita lanjutin ngewenya.., Neng Citra istirahat aja dulu!", sahut Pak Agus.
"Okeh, saya sekarang nonton kalian dulu aja!", jawabku lemas sambil berbaring memandangi pria itu dan tanteku yang kini dalam posisi dogie siap untuk melanjutkan pergumulan.
Tante Linda bertumpu dengan kedua siku dan lututnya, ia membuka lebar-lebar kedua pahanya mempersilakan Pak Agus memasukkan penisnya ke liang yang sudah becek itu. Desahan mereka mengiringi proses penetrasi itu, tak lama kemudian mereka sudah saling memacu tubuh mereka. Adegan yang mereka lakukan sungguh hot hingga membuat aku terpana menyaksikannya. Goyangan tubuh tanteku yang begitu liar mengimbangi genjotan si tukang parkir itu sementara tangan Pak Agus meremasi payudara tanteku yang menggelanyut, terkadang ia juga meremas dan menepuk pantatnya yang montok. Suara desah nafas yang saling memburu dari keduanya terdengar sangat keras dan terpatah-patah akibat menahan kenikmatan dahsyat dari kemaluan mereka yang beradu keras saling membentur yang menimbulkan bunyi decakan becek. Daerah sekitar kemaluar mereka tampak telah basah oleh cairan kelamin yang terus mengalir dari liang vagina tanteku hingga semakin lama Pak Agus merasakan dinding kemaluan itu semakin licin dan nikmat.
"Gile juga nih bapak, culun-culun tapi kuat juga ternyata", kataku dalam hati kagum pada stamina pria itu.
Aku dibuat heran melihat keperkasaan Pak Agus dalam bermain seks. Ia masih begitu bersemangat menggoyang tubuh tanteku, seperti tak tergoyahkan oleh lincahnya pinggul Tante Linda yang tak kalah liar. Bahkan liang vagina tanteku yang pernah melahirkan anak saja seperti tak cukup untuk menampung batang penis Pak Agus yang keluar masuk bak rudal. Dalam waktu kurang dari lima belas menit saja mereka bergumul, Tante Linda yang tadinya tampak dominan, sudah tampak tak dapat lagi menguasai jalannya permainan itu. Tubuhnya tergoncang-goncang mengikuti irama goyangan Pak Agus sambil enahan rasa nikmat yang begitu dahsyat dari liang vaginanya yang terdesak oleh penis pria itu.
"Auuhh.., oohh.., mati aku Ci...enaak.., oohh.., Pak...ooh remas terus tetek saya Pak!! Lebih dalem Pak...lebih dalem kontolnya aaahhh!", erang tanteku tanpa risih berusaha menahan rasa klimaks yang di ambang puncaknya itu.
Setelah merasa tenagaku mulai terkumpul aku mencoba menggerakkan tubuhku, aku turun dari ranjang dan menuangkan air ke gelas lalu meminumnya sekali teguk. Aahhh...segar sekali rasanya.
“Gimana Neng? Udah seger, kalau udah kita ngewe lagi atuh!” sahut Pak Agus sambil tetap menggenjot tanteku.
Hasratku mulai bangkit kembali untuk mencoba lagi kenikmatan dahsyat dari permainan seks liar itu apalagi ajakan Pak Agus yang membuatku merasa tertantang. Tante Linda pun tampak begitu menikmatin hubungan seks itu dengan maksimal sampai sehisteris itu. Aku pun meletakkan gelas di meja lalu berjalan mendekati kedua orang yang tengah bersetubuh itu. Aku naik ke ranjang dan berlutut di sebelah Pak Agus, kudekap tubuh pria itu. Pria itu menyambutku dengan mengulurkan tangannya ke arah vaginaku, dirabanya permukaan vaginaku yang masih basah oleh cairan kelamin.
“Ahhh...Pak!” desahku ketika dua jarinya masuk ke liangku dan mengocok-ngocoknya hingga membuatku semakin birahi.
Aku membalas dengan memagut mulut Pak Agus hingga saling mengadu bibir dan menyedot lidah. Permainan itu memanas lagi oleh teriakan nyaring Tante Linda yang kini terlihat sedang berada menjelang puncak kenikmatannya. Goyang tubuhnya semakin liar dan tak karuan sampai kemudian ia berteriak panjang bersamaan dengan menyemburnya cairan hangat dan kental dari vaginanya.
"Ooouuhh...!!!", tanteku menjerit panjang dengan tubuh yang tiba-tiba kejang kemudian lemas tak berdaya.
"Wew, masih belum keluar juga dia", benakku kagum pada Pak Agus setelah berhasil membuat tanteku terkapar dalam kenikmatan.
Aku kemudian berbaring pasrah membiarkan Pak Agus menindih tubuhku. Ia memegangi kemaluannya yang masih tegang dan basah oleh cairan kewanitaan tanteku, lalu dengan perlahan ia tekankan ke dalam liang vaginaku. Kuangkat sebelah kakiku agak ke atas dan menyamping hingga belahan vaginaku lebih mudah dimasuki penisnya. Ia terhenyak dan mendesah panjang saat kembali menghujamkan penisnya masuk melewati dinding vaginaku yang terasa sempit dan basah.
"Ohh.., enaakknya Pak!", desahku meresapi setiap milimeter pergesekan dinding vaginaku dengan penis pria itu.
Setelah diam sejenak meresapi himpitan vaginaku, ia mulai menggenjot pelan. Kedua kakiku melingkari pinggangnya dan memeluk dengan erat. Tak ayal gaya itu membuatku makin menggelinjang menahan nikmatnya penis Pak Agus yang terasa lebih dalam masuk dan membentur dasar liang vaginaku yang terdalam. Aku menggoyangkan pantat mengimbangi kenikmatan dari hujaman-hujaman pria itu yang kian menghantam keras ke arahku. Penisnya yang keras itu benar-benar memberi sejuta sensasi rasa yang beda dari yang lain. Kenikmatan dahsyat itu yang membuatku lupa diri dan berteriak seperti binatang disembelih.
Aku meliuk-liukan tubuhku karena kenikmatan dari genjotan pria itu. Sesekali tangan pria itu meremasi buah dadaku bibir kami berpagutan dengan liar. Setelah bosan dengan posisi itu, ia bangkit berlutut di antara kedua pahaku, dengan berpegangan pada kedua pahaku ia teruskan menyodok-nyodokkan penisnya ke vaginaku. Beberapa saat lamanya aku disetubuhi dalam posisi demikian, lalu kulihat Tante Linda menggeser tubuh telanjangnya ke sebelahku.
“Asik juga yah Ci, sekali-kali main gila gini” katanya tersenyum.
Lalu ia menundukkan kepala ke arah dadaku dan mulutnya menangkap puting kananku. Aaahhh...aku makin menggelinjang dengan bertambahnya rangsangan ini. Tante Linda melumat payudaraku secara bergantian dan juga meremas serta memilin-milin putingnya. Sungguh tak kusangka aku terlibat threesome dengan tante sendiri. Mulut Tante Linda lalu bergerak ke atas menciumi pundak dan leherku, hingga akhirnya bibir kami bertemu lagi. Aku memeluk tanteku dan beradu lidah dengan penuh gairah dengannya.
“Eeemmhhh!” tiba-tiba Tante Linda mendesah tertahan di tengah percumbuannya denganku, matanya juga membelalak.
Aku memilihat ke arah sana, ternyata Pak Agus mencucukkan jarinya ke vagina tanteku ini. Sambil terus menggenjot vaginaku, tangannya kini aktif mengerjai vagina Tante Linda. Kami melanjutkan percumbuan kami hingga lima menit ke depan, mulut kami saling berpisah dengan air liur bertautan. Tante Linda nungging di sampingku dan entah mengapa aku juga mengikutinya nungging seolah bersaing minta ditusuk pria itu. Tante Linda mengerang nikmat saat Pak Agus memasukkan penisnya, setelah lima menitan menggenjot tanteku, ia mencabut penisnya dan pindah ke vaginaku. Demikian ia menggilir vagina kami, dari satu vagina ke vagina lainnya, entah apa dia bisa merasakan perbedaan antara vagina kami. Desahanku saling bersautan dengan desahan Tante Linda terkadang diselingi jerit kenikmatan darinya, aku terpengaruh hingga ikutan mendesah keras. Mungkin lebih dari setengah jam Pak Agus merasakan nikmat tubuhku dan istrinya secara simultan, hingga akhirnya sampailah kami di puncak kenikmatan. Akulah yang paling awal keluar, mulutku menjerit bebas lepas tanpa beban. Kemudian pria itu beralih ke tanteku. Dia mengocok Tante Linda dengan lebih bertenaga seolah berpacu menuju puncak. Tampak wajahnya menegang dan keringatnya bercucuran pertanda ia pun akan segera keluar. Tak lama kemudian Tante Linda pun orgasme, sebuah teriakan keluar dari mulutnya, ya...teriakan orgasme yang tak tertahankan, kuharap tidak sampai terdengar ke kamar sebelah. Ia meremas tanganku merasakan kenikmatan itu. Dalam waktu berdekatan tiba tiba Pak Agus pun melenguh panjang. Ia memegangi kedua lengan tanteku dan memacu tubuhnya lebih keras seperti menaiki seekor kuda saja.
"Ooohhh Bu...saya mau ngecrot nih...ooh goyang yang keras...oohh goyang terus Bu...oohh memeknya legit banget.., oohh uenaakkk...oohh", pria itu menceracau tak karuan meresapi kenikmatan tubuh tanteku.
Ingin merasakan semprotan spermanya pada mulutku, aku pun lalu bangkit dan memeluk tubuh Pak Agus dari belakang.
"Cabut Pak...sini keluarin di mulut saya, saya mau minum peju bapak", kataku
"Beres Neng...oohh.., diminum ya.., oohh", lenguh pria itu sambil berdiri di ranjang
Aku berlutut di hadapannya meraih penisnya dan mengocokinya. Tante Linda juga ikut berlutut di sebelahku. Tidak sampai semenit penis itu sudah menyemprotkan spermanya. Ada mungkin delapan kali penis itu menyemprotkan cairan putih kental ke mulut kami yang menganga dan membasahi wajah kami. Aku meraih batang penis itu dan mengocokkannya dalam mulut sehingga seluruh sisa cairan spermanya itu kutelan habis.
“Tante juga bagi dong!” sahut Tante Linda menarik penis yang masih kuhisap dengan mulutku lalu memasukkannya ke mulutnya. Akhirnya tergapai juga puncak kenikmatan tertinggi itu. Kami bertiga pun terkapar lemas dan tak sanggup lagi melanjutkan permainan itu. Suasana hening sejenak, hanya terdengar suara nafas naik turun. Setelah mengumbar nafsu birahi sampai puas kami pun tertidur kelelahan tanpa seutas benang pun di tubuh kami. Sebelum terlelap aku masih sempat mengatur alarm di BB ku agar bangun untuk bersiap pulang nanti. Aku terbangun sebelum alarm berbunyi, kulihat waktu telah menunjukkan pukul 4 lebih. Untungnya tadi siang aku sudah beres-beres sebagian barang sehingga tidak terlalu buru-buru lagi sekarang. Aku hanya menemukan diriku sendirian di ranjang, Tante Linda dan Pak Agus pasti di kamar mandi karena terdengar kucuran shower dari sana. Seperti biasa sehabis bercinta, aku ke kamar mandi membersihkan tubuhku, sebelumnya aku minum dulu segelas air. Semakin mendekati kamar mandi yang pintunya tidak ditutup itu semakin terdengar suara desahan. Benar saja, aku menemukan Pak Agus sedang menyetubuhi tanteku dalam posisi berdiri berhadapan. Tante Linda bersandar pada tembok dengan kaki kiri diangkat oleh pria itu yang merojok-rojokkan penisnya ke vaginanya. Air shower yang hangat terus mengucur membasahi tubuh keduanya.
“Hai Ci!” sapa Tante Linda yang pertama melihatku.
Aku balas menyapa sambil berjalan ke arah shower, kusiram tubuhku dengan air hangat menghilangkan keringat yang menempel di tubuhku. Mereka masih terus bersetubuh sementara aku mandi. Aku menyelesaikan mandiku yang cukup singkat bersamaan dengan keduanya mencapai orgasme. Pak Agus mendekap tubuhku dari belakang tapi tidak sampai bersetubuh lagi karena sudah lelah hari ini. Setelah yakin semua telah beres, kami pun bersiap check out dari hotel ini. Sebelumnya Pak Agus keluar terlebih dahulu agar tidak mengundang perhatian. Jarak stasiun KA dengan hotel tidak jauh, hanya 15 menit saja kami tiba di stasiun. Dalam perjalanan pulang kami banyak mengobrol tentang kesan-kesan permainan seks tadi itu. Sejak itu aku semakin akrab dengan tanteku ini, ia bercerita bahwa ia pun sebenarnya masih melakukan hubungan seks dengan mantan suaminya bila bertemu untuk mengantar anaknya bertemu, tapi hanya sebatas seks, tak ada niatan untuk rujuk karena ketidakcocokan keduanya terlalu tajam. Menjelang malam kami pun tertidur di kereta, selamat tinggal Bandung yang memberi kenangan dalam kehidupan seksku!
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\
Cerita Andani Citra
Saturday, September 8, 2012
Montir-montir Perkasa
Hari itu, sekitar jam tiga sore aku bersama sepupuku, Ellen baru saja sampai di rumahnya setelah jalan-jalan di mall. Setengah jam kami disana nonton VCD sampai pacarnya yang bernama Winston datang. Memang sih hari itu aku bermain ke sini agar bisa sekalian sorenya mengambil mobilku yang sedang di service rutin di sebuah bengkel di daerah Jakarta Timur yang kebetulan tidak terlalu jauh dari rumah Ellen. Pas sekali saat itu Winston datang untuk nge-date jadi aku bisa ikut menumpang diantar ke bengkel itu. Kamipun berangkat dari rumahnya dengan mobil BMW-nya Winston. Walaupun tidak terlalu jauh namun kami sedikit terjebak macet karena saat itu jam bubaran. Yang kukhawatirkan adalah takutnya bengkelnya keburu tutup, kalau begitu kan aku mau tidak mau harus tetap menumpang pada Winston padahal mereka mau pergi nonton dan aku tidak mau mengganggu kebersamaan mereka. Akhirnya tiba juga kami di bengkel itu tepat ketika akan tutup.
“Wah…udah mau tutup tuh Ci, mendingan cepetan lari turun, siapa tau masih keburu” kata Ellen.
“Tanyain dulu Ci, kita tunggu lu di sini, kalau ternyata belum bisa ambil lu ikut kita jalan aja” Winston memberi saran.
Akupun segera turun dan setengah berlari ke arah pegawai yang sedang mendorong pintu.
“Mas…mas tunggu, jangan ditutup dulu, saya mau ngambil mobil saya yang Hyundai warna merah yang dititip kemarin Selasa itu loh !” kataku dengan terburu-buru.
“Tapi kita udah mau tutup non, kalau mau besok balik aja lagi” katanya
“Ayo dong, mas katanya di telepon tadi udah bisa diambil, tolong dong bentar aja yah, saya sudah kesini jauh-jauh nih !” desakku
“Ada apa nih, Kos, kok malah ngobrol” kata seorang pria yang muncul dari samping belakangnya.
Kebetulan sekali pria itu adalah montir yang menangani mobilku ketika aku membawa mobil itu ke sini, orangnya tinggi dan agak gemuk dengan rambut gaya tentara, usianya sekitar awal empat puluh, belakangan kuketahui bernama Fauzan, agaknya dia tergolong montir yang cukup senior di sini.
Akupun lalu mengutarakan maksud kedatanganku ke sini untuk mengambil mobilku itu padanya. Awalnya sih dia juga menyuruhku kembali lagi besok karena bengkel sudah tutup, tapi karena terus kubujuk dan kujanjikan bonus uang rokok akhirnya dia menyerah juga dan mempersilakanku masuk menunggu di dalam. Sebenarnya sih kalau bengkelnya dekat dengan rumahku aku juga bisa saja kembali besok, tapi masalahnya letak tempat ini cukup jauh dari rumahku dan macet pula, kan BT banget kalau harus dua kali jalan. Aku melambaikan tangan ke arah Ellen dan Winston yang menunggu di mobil pertanda masalah sudah beres dan mereka boleh pergi, merekapun membalas lambaianku dan mobil itu berjalan meninggalkanku. Pak Fauzan menjelaskan padaku tentang kondisi mobilku, dia bilang bahwa semuanya ok-ok saja, kecuali ada sebuah onderdil di bagian bawah mobil yang sebentar lagi tidak layak pakai karena sudah banyak berkarat (sory…aku tidak mengerti otomotif selain menggunakannya, sampai lupa nama onderdil itu). Karena memikirkan kenyamanan jangka panjang, aku menanyakan kalau bagian itu diganti sekarang memakan waktu lama tidak, ongkos sih tidak masalah. Setelah berpikir sesaat dia pun mengiyakannya dan menyuruhku duduk menunggu.
Sejumlah pegawai dan kasir wanita sudah berjalan ke pintu keluar meninggalkan tempat ini. Di ruangan yang cukup luas ini tinggallah aku dengan Pak Fauzan serta beberapa montir yang sedang menyelesaikan pekerjaan yang tanggung. Seluruhnya ada empat orang di ruangan ini termasuk aku yang satu-satunya wanita.
“Masih banyak kerjaannya ya Mas ?” tanyaku iseng-iseng pada montir brewok di dekatku yang sedang mengotak-atik mesin depan sebuah Kijang.
“Dikit lagi kok Non, makannya mending diselesaikan sekarang biar besoknya lebih santai” jawabnya sambil terus bekerja.
Tidak jauh dari tempat dudukku Pak Fauzan sedang berjongkok di sebelah mobilku dan di sebelahnya seorang rekannya yang cuma kelihatan kakinya sedang berbaring mengerjakan perkerjaannya di kolong mobil. Ternyata pekerjaan itu lama juga selesainya, seperempat jam sudah aku menunggu. Melihat situasi seperti ini, timbullah pikiran isengku untuk menggoda mereka. Hari itu aku memakai kaos ketat oranye berlengan panjang yang dadanya agak rendah, lekuk tubuhku tercetak oleh pakaian seperti itu, bawahnya aku memakai rok hitam yang menggantung beberapa senti di atas lutut. Maka bukanlah hal yang aneh kalau para pria itu di tengah kesibukannya sering mencuri-curi pandang ke arahku, apalagi sesekali aku sengaja menyilangkan kakiku.
Aku berjalan ke arah mobilku dan bertanya pada Pak Fauzan:
“Masih lama ya Pak ?”
“Hampir Non, ini yang susah tuh melepas yang lamanya, habis sudah berkarat, sebenarnya sih pasangnya gampang saja, bentar lagi juga beres kok”
“Perlu saya bantuin gak ? Bosen daritadi nunggu terus” tanyaku sambil dengan sengaja berjongkok di hadapannya dengan lutut kiri bertumpu di lantai sehingga otomatis paha putih mulusku tersingkap kemana-mana dan celana dalam merahku juga terlihat jelas olehnya.
Dia terlihat gugup dan matanya tertumbuk ke bawah rokku yang kelihatan karena posisi jongkokku. Aku yakin burungnya pasti sudah terbangun dan memberontak ingin lepas dari sangkarnya. Namun aku bersikap biasa saja seolah tidak mengetahui sedang diintip.
“Oohh…ngga….ngga kok Non” jawabnya terbata-bata.
“Hhoii…obeng kembang dong” sahut montir yang dari dalam sambil mendorong kursi berbaringnya keluar dari kolong.
Begitu keluar diapun ikut terperangah dengan pemandangan indah di atas wajahnya itu. Keduanya bengong menatapku tanpa berkedip
“Kenapa ? kok bengong ? liatin apa hayo…?” godaku dengan tersenyum nakal.
Kemudian kuraih tangan si montir yang sedang berbaring itu dan kuletakkan di paha mulusku, memang sih tangannya kotor karena sedang bekerja tapi saat itu sudah tidak terpikir hal itu lagi. Tanpa harus disuruh lagi tangan kasar itu sudah bergerak dengan sendirinya mengelus pahaku hingga sampai di pangkalnya, disana dia tekankan dua jarinya di bagian tengah kemaluanku yang masih tertutup CD.
“Ooohhh…” desahku merasakan remasan pada kemaluanku.
Pak Fauzan menyuruhku berdiri dan didekapnya tubuhku serta langsung menempelkan bibirnya yang tebal dan kasar pada bibir mungilku. Tangannya mengangkat rokku dan menyusup ke dalam celana dalamku. Temannya tidak mau ketinggalan, setelah dia mengelap tangannya dia dekap aku dari belakang dan mulai menciumi leher jenjangku, hembusan nafas dan lidahnya yang menggelikitik membuat birahiku semakin naik. Payudaraku yang masih tertutup baju diremasi dari belakang, tak lama kemudian kaos Mango-ku beserta bra-ku sudah disingkap ke atas. Kedua belah payudaraku digerayangi dengan gemas, putingnya terasa makin mengeras karena terus dipencet-pencet dan dipilin-pilin.
“Hei, ngapain tuh, kok ga ngajak-ngajak !” seru si montir brewok yang memergoki kami sedang berasyik-masyuk.
Montir di belakangku melambai dan memanggil si brewok untuk ikut menikmati tubuhku. Si brewok pun dengan girang menghampiri kami sambil mempreteli kancing baju montirnya, kurang dari selangkah di dekatku dia membuka seluruh pakaiannya.
Wow…bodynya padat berisi dengan dada bidang berbulu dan bulunya turun saling menyambung dengan bulu kemaluannya. Dan yang lebih membuatku terpesona adalah bagian yang mengacung tegak di bawah perutnya, pasti tak terlukiskan rasanya ditusuk benda sebesar pisang raja itu, warnanya hitam dengan kepala penis kemerahan. Dia berjongkok di depanku dan memelorotkan rok dan celana dalamku.
“Wah, asyik jembutnya item lebat banget, gua paling suka memek kaya gini” si brewok mengomentari vaginaku.
Pak Fauzan dan temannya pun mulai melepasi pakaiannya masing-masing hingga bugil. Terlihatlah batang-batang mereka yang sudah menegang, namun aku tetap lebih suka milik si brewok karena nampak lebih menggairahkan, milik Pak Fauzan juga besar dan berisi, namun tidak terlalu berurat dan sekeras si brewok, sedangkan punya temannya lumayan panjang, tapi biasa saja, standarnya pribumi Indonesialah. Aku sendiri tinggal memakai kaos ketat dan bra-ku yang sudah tersingkap.
Kaki kiriku diangkat ke bahu si brewok yang berjongkok sambil melumat vaginaku. Teman Pak Fauzan yang dipanggil ‘Zul’ itu menopang tubuhku dengan mendekap dari belakang, tangannya terus beraktivitas meremas payudara dan pantatku sambil memainkan lidahnya di lubang telingaku. Pak Fauzan sendiri kini sedang menetek dari payudara kananku. Aku menggelinjang dahsyat dan mendesah tak karuan diserbu dari berbagai arah seperti itu. Tanganku menggenggam penis Pak Fauzan dan mengocoknya perlahan.
“Oookkhh…jangan terlalu keras” rintihku sambil meringis ketika Pak Fauzan dengan gemas menggigiti putingku dan menariknya dengan mulut, secara refleks tanganku menjambak pelan rambutnya.
Sementara si brewok di bawah sana menyedoti dalam-dalam vaginaku seolah mau ditelan. Dia memasukkan lidahnya ke dalam vaginaku sehingga memberi sensasi geli yang luar biasa padaku, klitorisku juga dia gigit pelan dan digelikitik dengan lidahnya. Pokoknya sangat sulit dilukiskan dengan kata-kata betapa nikmatnya saat itu, jauh lebih nikmat dari mabuk anggur manis. Aku menengokkan wajah ke samping untuk menyambut Zul yang mau melumat mulutku. Lihai juga dia berciuman, lidahnya menjilati lidahku dan menelusuri rongga mulutku, nafasku seperti mau habis rasanya.
Kemudian mereka membaringkanku di kursi untuk berbaring di kolong mobil itu (whateverlah namanya aku tidak tahu nama barang itu ^_^;). Zul langsung mengambil posisi di selangkanganku, tapi segera dicegah oleh Pak Fauzan yang menginginkan jatah lubang lebih dulu. Setelah dibujuk-bujuk Zul pun akhirnya mengalah dari Pak Fauzan yang lebih senior itu. Sebagai gantinya dia mengambil posisi di dekat kepalaku dan menyodorkan penisnya padaku. Kumulai dengan menjilati batang itu hingga basah, lalu buah zakarnya kuemut-emut sambil mengocok batangnya. Walaupun agak bau tapi aku sangat menikmati oral seks itu, aku senang membuatnya mengerang nikmat ketika kujilati lubang kencing dan kepala penisnya. Pak Fauzan yang sudah selesai dengan pemanasan dengan menggesekkan penisnya pada bibir vaginaku kini sudah mengarahkan penisnya ke liang senggamaku. Aku menjerit kecit ketika benda itu menyeruak masuk dengan sedikit kasar, selanjutnya dia menggenjotku dengan gerakan buas. Aku meresapi setiap detil kenikmatan yang sedang menyelubungi tubuhku, semakin bersemangat pula aku mengemut penis si Zul, kumainkan lidahku di sekujur penis itu untuk menambah kenikmatan pemiliknya. Dia mengerang keenakan atas perlakuanku yang memanjakan ‘adik kecil’nya. Rambutku diremas-remas sambil berkata :
“Oooh…terus Non, enak banget….yahhh !”
Tanganku yang lain tidak tinggal diam ikut mengocok punya si brewok yang pada saat yang sama sedang melumat payudaraku. Dia sangat menikmati setiap jengkal payudaraku, dia menghisapnya kuat-kuat diselingi gigitan-gigitan yang meninggalkan jejak merah di kulitnya yang putih. Sungguh kagum aku dengan penisnya dalam genggamanku, yang benar-benar keras dan perkasa membuatku tidak sabar ingin segera mencicipinya. Maka aku melepaskan emutanku pada penis Zul dan berkata pada si brewok :
“Sini dong Mas, gua mau nyepong kontolnya !”
Si brewok langsung menggantikan Zul dan menyodorkan penisnya padaku. Hmm…inilah yang kutunggu-tunggu, aku langsung membuka lebar-lebar mulutku untuk memasukkan benda itu. Tentu saja tidak muat seluruhnya di mulut mungilku malah terasa sesak. Si Zul menggosok-gosokkan penisnya yang basah ke wajahku. Sambil dioral, tangan si brewok yang kasar dan berbulu itu meremasi payudaraku dengan brutal. Di sisi lain, Pak Fauzan melepaskan sepatu bersol tinggi yang kupakai, lalu menaikkan kedua tungkaiku ke bahu kirinya, sambil menggenjot dia juga menjilati betisku yang mulus. Aku benar-benar terbuai oleh kenikmatan main keroyok seperti ini.
Tiba-tiba kami terhenti sejenak karena terdengar suara pintu di buka dari dalam dan keluarlah seorang yang hanya memakai singlet dan celana pendek, tubuhnya agak kurus dan berusia sepantaran dengan Pak Fauzan dengan jenggot seperti kambing. Aku mencoba mengingat-ingat orang ini, sepertinya pernah lihat sebelumnya, ooohh…iya itu kan montir yang mendengar dan mencatat masalah yang kuceritakan tentang mobilku ketika aku membawanya ke sini. Sepertinya dia baru mandi karena rambutnya masih basah dan acak-acakan. Sebelumnya dia agak terperanjat dengan apa yang dia lihat tapi kemudian dia mendekati kami
“Weleh-weleh…gua sibuk cuci baju di belakang, lu-lu malah pada enak-enakan ngentot” katanya “lho, ini kan si Non cantik yang mobilnya diservis itu !”
“Udah jangan banyak omong, mau ikutan ga !” kata si brewok padanya
Buru-buru si montir yang bernama Joni itu melepaskan celananya dan kulihat penisnya bagus juga bentuknya, besar dengan otot yang melingkar-lingkar. Tiga saja belum selesai sudah datang satu lagi, tambah berat deh PR gua, demikian kataku dalam hati. Pak Joni mengambil posisi di sebelah kananku, tangannya menjelajah kemana-mana seakan takut tidak kebagian tempat. Payudara kananku dibetot dan dilumat olehnya sampai terasa nyeri. Aku mengerang sejadi-jadinya antara kesakitan dan kenikmatan, semakin lama semakin liar dan tak terkendali.
Pak Fauzan dibawah sana makin mempercepat frekuensi genjotannya pada vaginaku. Lama-lama aku tidak sanggup lagi menahan cairan cintaku yang semakin membanjir. Di ambang puncak aku semakin berkelejotan dan tanganku semakin kencang mengocok dua batang penis di genggamanku yaitu milik Pak Joni dan Bang Zul. Zul juga menggeram makin keras dan crot…crot…cairan putih kentalnya menyemprot dan berceceran di wajah dan rambutku. Sementara otot-otot kemaluanku berkontraksi makin cepat dan cairan cintaku pun tak terbendung lagi. Aku telah mencapai puncak, tubuhku mengejang hebat diiringi erangan panjang dari mulutku, tapi dia masih terus menggenjotku hingga tubuhku melemas kembali. Setelah dia cabut penisnya, diturunkannya juga kakiku.
“Gantian tuh, siapa mau memek ?” katanya
Si brewok langsung menggantikan posisinya, sebelumnya dia menjilati dan menyedot cairan vaginaku dengan rakus bagaikan menyantap semangka. Pak Fauzan menaiki dadaku dan menjepitkan penisnya yang sudah licin diantara payudaraku. Dia memaju-mundurkannya seperti yang dia lakukan terhadap vaginaku, tidak sampai lima menit, spermanya muncrat ke muka dan dadaku, kaosku yang tergulung juga ikut kecipratan cairan itu. Pak Fauzan mengelap spermanya yang berceceran di dadaku sampai merata sehingga payudaraku nampak mengkilap oleh cairan itu. Kujilati sperma di sekitar bibirku dengan memutar lidah.
Si brewok minta ganti gaya, kali ini dia berbaring di kursi montir. Tanpa diperintah aku menurunkan tubuhnya sambil membuka lebar liang senggamaku dengan jari. Tanganku yang lain membimbing batang itu memasuki liang itu. Aku menggigit bibir dan mendesis saat penis itu mulai tertancap di vaginaku. Hingga akhirnya seluruh batang itu tertelan oleh liang surgaku, rasanya sangat sesak dan sedikit nyeri dijejali benda sekeras dan sebesar itu, aku dapat merasakan urat-uratnya yang menonjol itu bergesekan dengan dinding vaginaku. Aku belum sempat beradaptasi, dia sudah menyentakkan pinggulnya ke atas, secara refleks aku menjerit kecil. Sekali lagi dia sentakkan pinggulnya ke atas sampai akupun ikut menggoyangkan tubuhku naik-turun. Mataku merem-melek dan kadang-kadang tubuhku meliuk-liuk saking nikmatnya. Kuraih penis Pak Joni di sebelah kiriku dan kukulum dengan bernafsu, begitu juga dengan penis Pak Fauzan, batang yang sedang kelelahan itu kukocok-kocok agar bertenaga lagi, sisa-sisa spermanya kujilati hingga bersih. Kurasakan ada dua jari memasuki anusku, mengoreki lalu bergerak keluar-masuk di sana, aku menengok ke belakang ternyata pelakunya Bang Zul yang entah kapan sudah di belakangku.
Mungkin karena ketagihan dikaraoke olehku, Pak Joni memegangi kepalaku dan menekannya pada selangkangannya, lalu dia maju-mundurkan pinggulnya seperti sedang bersenggama. Aku sempat gelagapan dibuatnya, kepala penis itu pernah menyentuh tekakku sampai hampir tersedak. Namun hal itu tidak mengurangi keaktifanku menggoyang tubuhku dan mengocok penis Pak Fauzan dengan tangan kiriku. Payudaraku yang ikut bergoyang naik-turun tidak pernah sepi dari jamahan tangan-tangan kasar mereka. Sepertinya Bang Zul mau main belakang karena dia melebarkan duburku dengan jarinya dan sejenak kemudian aku merasakan benda tumpul yang tak lain kepala penisnya melesak masuk ke dalamnya. Ketiga lubang senggamaku penuh sudah terisi oleh tiga penis. Penis Pak Joni dalam mulutku makin bergetar dan pemiliknya pun makin gencar menyodok-nyodokkannya pada mulutku hingga akhirnya menyemprotkan spermanya di mulutku. Belum habis semprotannya dia menarik keluar benda itu (thank god, akhirnya bisa menghirup udara segar lagi) sehingga sisanya menyemprot ke wajahku, wajahku yang sudah basah oleh sperma Bang Zul dan Pak Fauzan jadi tambah belepotan oleh spermanya yang lebih kental dari milik dua orang sebelumnya.
“Aahh…aahh…dikit lagi Bang !” desahku karena sudah akan klimaks lagi
Cairan cinta terasa terus mengucur membasahi rongga-rongga kemaluanku bersamaan dengan penis si brewok yang terasa makin membengkak dan sodokannya yang makin gencar. Otot-ototku menegang dan desahan panjang keluar dari mulutku akibat orgasme panjang bersama si brewok. Cairan hangat dan kental menyemprot hampir semenit lamanya di dalam lubang vaginaku. Akhirnya tubuhku kembali melemas dan jatuh telungkup di atas dada yang bidang berbulu itu dengan penis masih menancap, sementara dari belakang Bang Zul masih getol menyodomiku tanpa mempedulikan kondisiku sampai dia menumpahkan spermanya di anusku lima menit kemudian. Setelah beristirahat lima menit, Pak Fauzan mengangkat tubuhku diatas kedua tangannya dan membawaku ke ruangan lain yang adalah tempat pencucian mobil bersama teman-temannya.
“Eh, mau ngapain lagi kita nih Pak ?” tanyaku heran
“Kita mau mencuci Non dulu soalnya sudah lengket dan bau peju sih” jawabnya sambil nyengir, kemudian memerintah si brewok untuk menyiapkan selang air.
Pelan-pelan dia turunkan aku, tapi aku masih belum sanggup berdiri karena masih lemas sekali, jadi aku hanya duduk bersimpuh saja di lantai marmer itu.
“Bajunya dilepas aja Non biar nggak basah” katanya sambil membantuku melepaskan kaosku yang tergulung.
Aku kini telah telanjang bulat, hanya jam tangan, anting, dan seuntai kalung perak dengan leontin huruf C yang masih tersisa di tubuhku. Si brewok menyalakan krannya dan mengarahkan selang itu padaku.
“Awww…dingin !” desahku manja merasakan dinginnya air yang menyemprot padaku
Pak Joni melepaskan singletnya dan bersama dua orang lainnya mendekati tubuhku yang masih disemprot si brewok, ketiganya mengerubungi tubuhku sambil tertawa-tawa. Aku lalu diberdirikan dan didekap mereka, tangan-tangan mereka menggosoki tubuhku untuk membasuh ceceran sperma yang lengket di sekujur tubuhku seperti sedang memolesi mobil dengan cairan pembersih.
Beberapa menit lamanya si brewok menyirami kami dengan air dingin sehingga tubuh kami basah kuyup. Sesudah itu dia juga ikut bergabung menggerayangiku. Pak Joni mendekapku dari depan, setelah puas menciumi dan meremas payudaraku dia menaikkan kaki kananku ke pingggangnya dan memasukkan penisnya ke vaginaku, mereka mengerjaiku dalam posisi berdiri. Pak Fauzan merangkulku dari belakang dan tak henti-hentinya mencupangi pundak, leher dan tengukku. Bang Zul berjongkok meremasi dan menjilati pantat montokku yang terangkat dengan gemasnya. Si brewok menggerayangi payudaraku yang lain sambil menggelikitik telingaku dengan lidahnya. Desahan nikmatku terdengar memenuhi ruangan itu. Beberapa menit kemudian Pak Joni klimaks dan menumpahkan spermanya di dalam vaginaku. Ini masih belum berakhir, karena setelahnya tubuhku mereka telentangkan di atas kap depan sebuah sedan berwarna silver metalik dan kembali aku disemprot dengan selang air hingga semakin basah.
Bang Zul membentangkan pahaku dan menancapkan penisnya ke vaginaku. Mungkin karena sudah terisi penuh, maka ketika penis itu melesak ke dalamku, nampak sperma kental itu meluap keluar dari sela-sela bibir vaginaku. Aku kembali orgasme yang kesekian kalinya, tubuhku menggelinjang di atas kap mobil itu. Kemudian tak lama kemudian dia pun mencabut penisnya dan menumpahkan isinya di atas perut rataku. Akhirnya selesai juga mereka mengerjaiku, aku terbaring lemas diatas kap, rasanya pegal sekali dan sedikit kedinginan karena basah. Mereka juga sudah kecapean semua, ada yang duduk mengatur nafas, ada juga yang mengelap badannya yang basah. Pak Fauzan memberiku sebuah Aqua gelas dan handuk kering. Aku menggerakkan tangan menghanduki tubuhku yang basah. Setelah Pak Fauzan dan Bang Zul selesai memasang onderdil yang tertunda, selesai pula perbaikan mobilku. Aku membayarkan biayanya pada Pak Fauzan yang ternyata masih saudara dengan pemilik bengkel ini, pantas daritadi montir lain tunduk padanya. Aku juga memberi tambahan sepuluh ribu rupiah sebagai uang rokok untuk dibagi antara mereka berempat. Sampai di rumah aku langsung tidur dengan tubuh pegal-pegal, janji ke kafe dengan teman-teman pun terpaksa kubatalkan dengan alasan tidak enak badan.
Tidak ada komentar